Lambatnya Legislasi Nasional
Sidang Paripurna DPR guna pengesahan RUU Pilkada |
DPR sendiri telah menetapkan 159 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015-2019. Dari jumlah itu, juga disepakati terdapat 37 RUU yang menjadi Prolegnas prioritas tahun 2015. Seluruh RUU Prolegnas prioritas tersebut merupakan usulan dari DPR, Pemerintah dan DPD. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Sareh Wiyono mengatakan, dari 37 RUU prioritas tersebut, 26 di antaranya merupakan usulan DPR, sedangkan usulan dari Pemerintah sebanyak 10 RUU, dan usulan dari DPD sebanyak satu RUU.
“Karena ada tujuh RUU usulan DPD yang sama dengan usulan DPR dan Pemerintah, dan disepakati untuk menjadi usulan DPR atau Pemerintah,” kata mantan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung ini di Komplek Parlemen, Jakarta.
Sareh sadar, beban legislasi DPR, Pemerintah dan DPD tidak ringan. Meski begitu, Sareh optimis bahwa target legislasi tersebut akan tercapai, dengan syarat adanya kesamaan visi antara DPR, Pemerintah dan DPD dalam membahasnya. “Kesamaan visi untuk lakukan revitalisasi hukum dalam lima tahun ke depan sangat penting,” kata Sareh.
Berikut 37 RUU yang masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2015:
No | Nama RUU | Pengusul Prioritas |
1 | RUU tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran | Komisi I DPR |
2 | RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia | Komisi I DPR |
3 | RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) | Kementerian Komunikasi dan Informatika |
4 | RUU tentang Wawasan Nusantara | PPUU DPD |
5 | RUU tentang Pertanahan | Komisi II DPR |
6 | RUU tentang Perubahan atas UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah | Komisi II DPR, Kementerian Keuangan dan PPUU DPD |
7 | RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU | Komisi II DPR |
8 | RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah | Komisi II DPR |
9 | RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah | F-PAN dan DPD |
10 | RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana | Komisi III DPR dan Kemenkumham |
11 | RUU tentang Merek | Kemenkumham |
12 | RUU tentang Paten | Kemenkumham |
13 | RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi | Kemenkumham |
14 | RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Komisi IV DPR dan Komite II DPD |
15 | RUU tentang Kedaulatan Pangan (Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan) | F-P Gerindra, F-PDIP, FPKS, F-PG, FPAN, F-PPP, F-P HANURA dan DPD |
16 | RUU tentang Jasa Konstruksi | Komisi V DPR |
17 | RUU tentang Arsitek | Komisi V DPR |
18 | RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat | F-PKS dan FPDIP |
19 | RUU tentang Perubahan atas UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN | Komisi VI DPR |
20 | RUU tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat | Komisi VI DPR |
21 | RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol | F-PPP dan FPKS |
22 | RUU tentang Pertembakauan | F-Nasdem, FPAN, F-PDIP, F-PG |
23 | RUU tentang Kewirausahaan Nasional | F-PKS, FPDIP, F-PAN, F-PG |
24 | RUU tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi | Komisi VII DPR, Kementerian ESDM dan DPD |
25 | RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara | Komisi VII DPR dan Komite II DPD |
26 | RUU tentang Penyandang Disabilitas | Komisi VIII DPR |
27 | RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umrah | Komisi VIII DPR |
28 | RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri | Komisi IX DPR |
29 | RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan | Kementerian Kesehatan |
30 | RUU tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial | Komisi IX DPR |
31 | RUU tentang Sistem Perbukuan | Komisi X DPR |
32 | RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan | Komisi XI DPR |
33 | RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia | Komisi XI DPR dan Kemenkeu |
34 | RUU tentang Penjaminan | F-PG |
35 | RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) | Kemenkeu |
36 | RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak | Kemenkeu |
37 | RUU tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan | Kemenkeu dan Komite IV DPD |
Produktivitas Rendah
Jika kita menoleh ke belakang, rendahnya produktivitas DPR dalam legislasi sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010, DPR hanya mampu menuntaskan pembahasan 10 Undang-Undang dari target 70 RUU. Begitu pula pada tahun 2011, hanya 24 UU yang mampu diselesaikan dari target 70 pembahasan RUU. Beranjak ke tahun 2012 terdapat 24 pembahasan RUU yang diselesaikan, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 21 UU dan 2014 sebanyak 42 UU yang dibahas.
Jika dibandingkan produktivitas legislasi DPR periode 2004-2009, maka produktivitas parlemen pada dua periode ke belakang nampaknya menyusut tajam. Meskipun DPR periode 2014-2019 baru bekerja selama setahun. Berdasarkan data, DPR periode 2004-2009 berhasil menyusun 52 UU pada tahun 2009, 56 UU pada tahun 2008, 48 UU untuk tahun 2007, 23 UU pada masa kerja 2006, dan menyelesaikan pembahasan 14 UU pada tahun 2005.
Menyikapi kondisi ini, Direktur advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri mengatakan pelibatan DPD pasca keputusan MK dalam pembahasan RUU memerlukan penyesuaian. Sehingga DPR, Pemerintah dan DPD perlu menjaga relasi dan kerjasama yang lebih erat dalam setiap pembahasan RUU. Menurutnya, fungsi dan relasi legislasi DPD masih rentan mengalami reduksi jika tidak diperkuat melalui revisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, utamanya dalam rangka tindak lanjut putusan MK No. 92/PUU-X/2012 tanggal 27 Maret 2013.
Selain perubahan peraturan, desain ulang Prolegnas juga menjadi kebutuhan berikutnya. Jika DPR dan Pemerintah masih mengakui adanya mekanisme luncuran, lanjut Ronald, yaitu daftar RUU yang tidak tuntas dibahas kemudian dialihkan secara otomatis pada tahun berikutnya, kegagalan mencapai target bisa terjadi. “DPR dan Pemerintah berpeluang menghadapi kegagalan mencapai target karena beban penyusunan dan pembahasan RUU yang bertambah secara masif,” pungkasnya.
Menjawab hal ini, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon meminta publik tidak menilai produktivitas legislasi DPR dari kuantitas UU yang dihasilkan, melainkan dari kualitasnya. Fadli mencontohkan parlemen India yang dalam satu periode hanya menyelesaikan 20 persen RUU dari target. Hal tersebut menurut Fadli, merupakan hal yang wajar karena memang tidak semua UU yang dibahas pasti diterima DPR dan pemerintah. Katanya, bisa saja DPR berlomba-lomba menghasilkan UU sebanyak-banyaknya, namun dikhawatirkan UU yang dihasilkan justru tidak berkualitas.
"Bahkan, ada negara-negara tertentu yang sudah tidak lagi membahas Undang-Undang karena merasa Undang-Undang negara itu sudah cukup. Kita kan bukan negara baru, jadi banyak pembahasan UU itu hanya untuk revisi saja, menyesuaikan dengan perkembangan zaman," ucapnya.
Penyusunan sebuah UU memang bukan semata domain DPR, karena UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan dengan jelas keterlibatan penuh pemerintah. Kita tunggu saja, kerjasama yang lebih baik antara DPR dan Pemerintah, serta DPD agar legislasi nasional bisa produktif dan berkemampuan menjawab perkembangan dan tuntutan dinamika kehidupan nasional. (hasyim)
No comments