Karena Rakyat Berulang Kali ‘Diasapi’..
Jakarta (Mimbar Indonesia) - Langit sudah gelap ketika beberapa sahabat mendekati Robi (22) yang masih terdiam di halaman asrama mahasiswa Kab. Kuantan Singingi, Riau di Jakarta. Meski sanggup menahan tangis, kesedihan masih terpancar di wajahnya. Hari ini, tanggal 17 September 2015, saat mengikuti wisuda sarjana di kampusnya di daerah Kalimalang, Jakarta, mahasiswa jurusan Teknik Elektro ini tidak didampingi orang tua. Padahal, kedua orang tuanya sudah berhari-hari menanti penerbangan di Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau yang sedang diselimuti asap pekat akibat kebakaran lahan dan hutan, yang membuat Bandara Sutan Syarif Kasim II ditutup. Jadi lah, saat di wisuda tadi pagi, Robi hanya ditemani dan disemangati sahabat-sahabatnya dari asrama.
“Kesedihan mu kawan, belum sebanding dengan penderitaan jutaan warga Riau yang lebih dari sebulan ini menghirup racun dari asap yang menyelimuti kampung kita,” ujar Arif, Ketua Paguyuban Mahasiswa asal Kuantan Singingi di Jakarta. Arif, bersama sejumlah aktivis mahasiswa asal Riau, beberapa waktu ini gencar menggelar aksi demonstrasi di DPR RI dan depan istana Negara. Mereka menunjukkan rasa solidaritas dan mendesak pemerintah pusat segera tanggap menangani kebakaran lahan dan hutan. Nampaknya, ucapan itu pula yang menghentikan lamunan Robi dan membuatnya semangat kembali.
Ucapan Arif tersebut memang benar adanya, karena kesedihan Robi saja sudah membuat kita berempati, apalagi jika menyaksikan sendiri derita jutaan warga Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Hingga kini, bencana asap di Riau dan beberapa daerah lainnya di Sumatera dan Kalimantan belum juga teratasi. Rumah Sakit mulai kekurangan obat dan peralatan medis, seperti masker, tabung oksigen dan vitamin. Selain rumah sakit, toko-toko di Pekanbaru, Bangkinang, dan Pelalawan selalu kosong stok tabung oksigen. Terkadang, kedatangan stok oksiden hanya bertahan beberapa menit saja karena diserbu warga meski dijual dua kali lipat harga normal.
Menyiasati situasi, serta seringnya sekolah diliburkan, banyak kepala keluarga yang kemudian mengungsikan anak dan istri ke daerah Sumatera Barat, seperti Bukit Tinggi. Jadi lah evakuasi anak dan istri menjadi trend di kalangan keluarga berada di Riau. Balita dan anak-anak merupakan kelompok usia paling rentan terpapar asap. Menurut laporan media lokal, setidaknya 18 bayi dirawat intensif di RSUD Pekanbaru, bahkan seorang anak SD meninggal akibat ISPA. Korban akibat penyakit pernapasan seperti ISPA, pneumonia dan asma juga ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Sedangkan dalam jangka panjang, dapat diperkirakan, anak-anak dan balita akan rentan penyakit sebagai konsekuensi dari asap pekat yang mereka hirup selama berbulan-bulan.
Selain kesehatan, sektor pendidikan merupakan paling dirugikan akibat bencana asap. Sejak bencana ini berlangsung, sektor pendidikan di Riau dan Jambi nyaris lumpuh akibat terpaksa diliburkan. Meskipun terkadang tidak diliburkan, para guru dan dosen yang mengajar juga tidak bisa optimal. Beberapa guru di Pekanbaru bahkan harus membawa berbotol-botol air mineral ke sekolah untuk mengurangi resiko asap karena tetap harus mengajar murid-muridnya. Saat laporan ini ditulis, sudah hamper dua bulan sekolah di Riau dan Jambi terpaksa diliburkan.
Status darurat memang telah diumumkan pemerintah sejak 14 September 2015, dan diperpanjang hingga 11 Oktober 2015. Status darurat yang disertai mobilisasi tentara, polisi dan petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB) untuk memadamkan api dalam kurun sebulan terakhir belum menunjukkan hasil optimal. Presiden Jokowi sendiri, akhirnya mengunjungi Provinsi Riau pada 9 Oktober 2015. Selain mengunjungi masyarakat yang menjadi korban bencana asap, kehadiran Presiden ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan langsung langkah penanganan di lapangan. Pesawat Presiden akhirnya batal mendarat di Jambi karena asap tebal, sedangkan kunjungan ke Riau terpaksa dilakukan melalui Sumatera Barat, karena bandara SSK II di Pekanbaru tidak bisa didarati pesawat.
Namun masyarakat kadung kecewa berat, dan beberapa eksponen masyarakat Riau telah membulatkan tekad melakukan tiga langkah upaya hukum sekaligus, yaitu upaya class action, citizen law suit, dan legal standing sekaligus. “Gugatan legal standing akan dilakukan lembaga Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (gabungan lembaga pemerhati lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), World Wide Fund for Nature (WWF), dan lain-lain, gugatan citizen law suit oleh kelompok usaha yang dirugikan bencana asap, dan class action atau gugatan kelompok masyarakat akan dimotori oleh Lembaga Adat Melayu Riau," ujar Al Azhar, Ketua Lembaga Adat Melayu Riau. (Big T)
No comments