Dr. H. Anwar Abbas, Ummat Islam Harus Jadi Lokomotif Kemajuan Bangsa
Dinamika kehidupan berbangsa telah membawa kita pada era demokratisasi sekarang ini. Banyak kemajuan yang telah dicapai, namun masih lebih banyak lagi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Agenda pembangunan ekonomi, politik, sosial dan budaya mensyaratkan partisipasi seluruh komponen bangsa, termasuk umat Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan salah satu lembaga yang kerap bersuara kritis, menyumbangkan gagasan, sekaligus terlibat aktif dalam rangka mendorong peran serta umat Islam dalam lapangan ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Mimbar Indonesia berkesempatan mewawancarai Sekretaris Umum MUI, Dr. H. Anwar Abbas, yang belum lama terpilih pada Musyawarah Nasional MUI di Surabaya beberapa waktu lalu. Sebagai seorang ulama dan dosen di Fakultas Ekonomi UIN Jakarta, bagaimana pandangan Anwar Abbas atas kondisi kekinian umat? Apa peran MUI yang ideal? Bagaimana pula gagasannya untuk perbaikan kondisi umat dan bangsa? Simak petikan wawancara Pemred Mimbar Indonesia, Ismail Hasan dengan Anwar Abbas, di Gedung Pusat MUI, Jl. Proklamasi, Jakarta.
Terima kasih Pak Anwar atas waktunya..
Sama-sama, saya juga menyampaikan terima kasih atas apresiasi Angkatan Muda MDI. Saat dulu saya aktif di MDI, Angkatan Mudanya belum dibentuk..semoga kehadiran komponen muda di MDI bisa membuat ormas Islam ini semakin berperan untuk umat..
Bagaimana pandangan Bapak terkait kondisi keummatan saat ini?
Umat Islam sebagai penduduk mayoritas tentu merupakan tulang punggung bangsa Indonesia. Kemajuan bangsa, tentu juga merupakan kemajuan yang juga dinikmati ummat, begitu pula sebaliknya, kesulitas bangsa juga kesulitan masyarakat Muslim. Namun yang perlu dihindari adalah, ummat Islam menjadi bagian dari persoalan bangsa, melainkan harus menjadi solusi. Hingga kini, persoalan keummatan belum beranjak dari kemiskinan, kebodohan dan ketidakberdayaan. Jika kita menyebut angka kemiskinan, maka sejatinya kita menyebut kemiskinan mayoritas umat Islam.
Situasi ini perlu kita pikirkan jalan keluarnya, agar bangsa yang besar ini bisa segera tumbuh menjadi bangsa yang maju dan makmur. Menurut saya, agenda memerangi korupsi, mencegah pencurian sumber daya alam, membangun demokrasi, merupakan agenda ummat strategis bagi ummat Islam, karena dengan demikian upaya kita menyejahterakan penduduk mayoritas ini bisa terwujud.
Dalam upaya membangun umat dan bangsa, apa peran serta MUI dan Ormas Islam di Indonesia?
Seperti kita ketahui, perjalanan bangsa ini tidak bisa lepas dari peran dan keikutsertaan kelompok-kelompok Islam, baik dalam revolusi fisik maupun diplomasi melalui tokoh-tokohnya. Begitu pula setelah kemerdekaan, ribuan lembaga pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren merupakan sumbangsih terbesar ormas-ormas Islam bagi Indonesia. Termasuk berbagai lembaga sosial dan kesehatan, seperti panti asuhan dan rumah sakit, adalah wujud keikutsertaan Islam dalam membangun bangsa dan Negara.
Pada masa kini, tentu saja MUI dan seluruh komponen Islam harus memperkuat perannya, karena mengelola negara dan bangsa bukan saja tugas pemerintah. Partisipasi NU, Muhammadiyah, Persis, dan seluruh ormas Islam sudah demikian luar biasa, baik di bidang pendidikan, politik, sosial, dan budaya. Barangkali yang perlu ditingkatkan adalah keterlibatan di lapangan ekonomi. Agenda pemberdayaan ekonomi umat merupakan prioritas, agar ketertinggalan di bidang ekonomi ini tidak semakin dalam.
Hemat saya, ormas Islam serta MUI bisa turut serta memberdayakan seluruh segmen masyarakat yang secara ekonomi masih tertinggal, sebut saja misalnya petani, nelayan, dan perekonomian mikro di perkotaan. Ormas-ormas Islam harus gencar memberdayakan ketiga kelompok ini, karena keikutsertaan lembaga pemberdayaan yang memiliki basis di tengah masyarakat akan sangat membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
Contohnya?
Sebut lah masyarakat petani di pedesaan, kan bisa kita fasilitasi melalui koperasi, dimana koperasi tersebut menjembatani petani akan kebutuhan bibit, pupuk, dan obat hama. Selain itu juga bisa membantu permodalan petani agar terlepas dari sistem ijon, sehingga produksi pertanian para petani bisa dijual dengan harga pasar. Kemiskinan petani selama ini ditengarai karena sistem ijon ini, disamping soal klasik terkait keterbatasan lahan.
Begitu pula di perkotaan, ormas Islam bisa memberdayakan kelompok buruh, sehingga mereka bisa mengakses perumahan yang terjangkau misalnya. Kalangan organisasi Islam juga tengah gencar membangun BMT yang jika diperkuat secara serius, bisa menjadi kekuatan ekonomi skala besar melalui pengembangan sektor ekonomi mikro di perkotaan.
Secara umum, bagaimana struktur ekonomi nasional saat ini dan dimana posisi ummat Islam?
Ummat Islam masih berada di pinggiran dari struktur ekonomi yang kapitalistik saat ini. Lapangan ekonomi kita kan berada dibawah pemain-pemain besar, sementara umat Islam belum beranjak dari posisi mikro. Struktur ekonomi ini yang harus dibalik, karena bukan semata soal keadilan ekonomi bagi umat Islam, melainkan juga soal ketimpangan ekonomi nasional. Piramida ekonomi yang didominasi korporasi besar ini terbukti rentan terhadap krisis, sementara ekonomi kecil dan menengah terbukti lebih tahan.
Memutar piramida ekonomi seperti ini kan bukan pekerjaan kecil, sehingga memerlukan waktu dan kegigihan, bahkan membutuhkan keberpihakan Negara. Namun demikian, konsep ekonomi syariah, khususnya Perbankan Syariah yang lebih mengarah pada penguatan ekonomi kecil dan menengah merupakan harapan yang patut kita jaga dan perkuat.
Terkait perpolitikan, bagaimana pandangan Bapak atas kondisi politik Islam?
Di tengah dominasi kapital dalam pertarungan politik, tentu bisa dipastikan peran politik Islam kian mengecil saat ini. Kita lihat kecenderungan perolehan suara partai-partai politik yang berlabel Islam, kian lama dari pemilu ke pemilu semakin tergerus. Namun demikian, hal tersebut bukan lah faktor tunggal, mengingat masyarakat pemilih juga semakin rasional dan mulai melepaskan segmentasi simbol agama dalam politik. Oleh karena itu, komponen Islam di partai politik tengahan atau partai politik nasionalis harus diperkuat, seperti di Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat , Partai Gerindra dan Partai Nasdem.
Aktivis partai politik yang bersumber dari kaderisasi ormas Islam juga harus menunjukkan peranannya dalam isu-isu keumatan, sehingga terjadi relasi simbiosis mutualisme. Partai politik membutuhkan suara ummat Islam, namun umat Islam juga memerlukan keberpihakan partai politik dalam isu-isu terkait umat. Jika kedua hal tersebut terwujud, insya Allah relasi kekuasaan dan Islam akan baik dan berpatner erat.
Saat ini bangsa kita rentan dengan infiltrasi ideologi trans-nasional, yang terkadang membawa bibit-bibit radikalisme dan terorisme, bagaimana pandangan anda?
Di tengah era globalisasi yang membuat arus informasi menjadi tidak terbatas, hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Pertanyaannya adalah, sejauh mana bangsa Indonesia berupaya agar potensi tersebut tidak dipelihara dengan mengatasi dua persoalan pokok, yaitu mengatasi persoalan kemiskinan dan kebodohan, serta meyakinkan umat Islam bahwa ideologi susupan tersebut tidak relevan untuk Indonesia.
Indonesia merdeka merupakan andil umat Islam, dan kita telah tuntas memilih bentuk dan dasar negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar Negara Pancasila. Ormas-ormas Islam, terutama yang terlibat langsung dalam upaya kemerdekaan Indonesia harus menjelaskan ini kepada umat agar tidak semudah itu faham-faham tersebut bersarang di tengah masyarakat. Serta tentu saja, inang kemiskinan dan kebodohan yang mendasari disambutnya gagasan radikalisme dan terorisme tersebut kita atasi bersama.
Apa agenda MUI ke depan, pasca Musyawarah Nasional IX MUI lalu?
Pada Agustus 2015 yang lalu, Majelis Ulama Indonesia sukses menggelar Musyawarah Nasional IX di Surabaya. Munas ini membahas beragam isu-isu strategis keummatan ke depan. Forum tertinggi ini tentu menjadi momentum untuk melakukan refleksi, evaluasi, introspeksi, bahkan otokritik terhadap keberadaan, peranan, dan sumbangsih MUI yang telah berusia 40 tahun. Namun muaranya tentu agar MUI memberikan manfaat dan kemajuan bagi umat, bangsa, dan agama. Sejauh ini, kehadiran MUI disadari senantiasa diharapkan, ditunggu, dan dinanti oleh umat dan bangsa.
Harapan untuk kaum muda Islam?
Saya berharap, anak-anak muda Islam bisa tumbuh menjadi generasi terdepan bagi bangsa dan Negara. Generasi mendatang harus lebih baik dari generasi saat ini, mereka harus terdidik, berproses dengan baik melalui remaja masjid, organisai pelajar, mahasiswa dan kepemudaan Islam. Sehingga pada akhirnya akan melahirkan para teknokrat, pebisnis, bankir, politisi dan ulama handal pada masa depan. Saya berharap Angkatan Muda MDI menjadi bagian dari semangat tersebut.
Biodata
Nama Lengkap : Dr. H. Anwar Abbas
Tempat/tgl Lahir : Balai Mansiro, Sumatera Barat/15 Februari 1955
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Doktor Bidang Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Jabatan Politik : Ketua Majelis Ulama Indonesia/Bendum PP Muhammadiyah
Status Keluarga : Menikah
Mimbar Indonesia berkesempatan mewawancarai Sekretaris Umum MUI, Dr. H. Anwar Abbas, yang belum lama terpilih pada Musyawarah Nasional MUI di Surabaya beberapa waktu lalu. Sebagai seorang ulama dan dosen di Fakultas Ekonomi UIN Jakarta, bagaimana pandangan Anwar Abbas atas kondisi kekinian umat? Apa peran MUI yang ideal? Bagaimana pula gagasannya untuk perbaikan kondisi umat dan bangsa? Simak petikan wawancara Pemred Mimbar Indonesia, Ismail Hasan dengan Anwar Abbas, di Gedung Pusat MUI, Jl. Proklamasi, Jakarta.
Terima kasih Pak Anwar atas waktunya..
Sama-sama, saya juga menyampaikan terima kasih atas apresiasi Angkatan Muda MDI. Saat dulu saya aktif di MDI, Angkatan Mudanya belum dibentuk..semoga kehadiran komponen muda di MDI bisa membuat ormas Islam ini semakin berperan untuk umat..
Bagaimana pandangan Bapak terkait kondisi keummatan saat ini?
Umat Islam sebagai penduduk mayoritas tentu merupakan tulang punggung bangsa Indonesia. Kemajuan bangsa, tentu juga merupakan kemajuan yang juga dinikmati ummat, begitu pula sebaliknya, kesulitas bangsa juga kesulitan masyarakat Muslim. Namun yang perlu dihindari adalah, ummat Islam menjadi bagian dari persoalan bangsa, melainkan harus menjadi solusi. Hingga kini, persoalan keummatan belum beranjak dari kemiskinan, kebodohan dan ketidakberdayaan. Jika kita menyebut angka kemiskinan, maka sejatinya kita menyebut kemiskinan mayoritas umat Islam.
Situasi ini perlu kita pikirkan jalan keluarnya, agar bangsa yang besar ini bisa segera tumbuh menjadi bangsa yang maju dan makmur. Menurut saya, agenda memerangi korupsi, mencegah pencurian sumber daya alam, membangun demokrasi, merupakan agenda ummat strategis bagi ummat Islam, karena dengan demikian upaya kita menyejahterakan penduduk mayoritas ini bisa terwujud.
Dalam upaya membangun umat dan bangsa, apa peran serta MUI dan Ormas Islam di Indonesia?
Seperti kita ketahui, perjalanan bangsa ini tidak bisa lepas dari peran dan keikutsertaan kelompok-kelompok Islam, baik dalam revolusi fisik maupun diplomasi melalui tokoh-tokohnya. Begitu pula setelah kemerdekaan, ribuan lembaga pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren merupakan sumbangsih terbesar ormas-ormas Islam bagi Indonesia. Termasuk berbagai lembaga sosial dan kesehatan, seperti panti asuhan dan rumah sakit, adalah wujud keikutsertaan Islam dalam membangun bangsa dan Negara.
Pada masa kini, tentu saja MUI dan seluruh komponen Islam harus memperkuat perannya, karena mengelola negara dan bangsa bukan saja tugas pemerintah. Partisipasi NU, Muhammadiyah, Persis, dan seluruh ormas Islam sudah demikian luar biasa, baik di bidang pendidikan, politik, sosial, dan budaya. Barangkali yang perlu ditingkatkan adalah keterlibatan di lapangan ekonomi. Agenda pemberdayaan ekonomi umat merupakan prioritas, agar ketertinggalan di bidang ekonomi ini tidak semakin dalam.
Hemat saya, ormas Islam serta MUI bisa turut serta memberdayakan seluruh segmen masyarakat yang secara ekonomi masih tertinggal, sebut saja misalnya petani, nelayan, dan perekonomian mikro di perkotaan. Ormas-ormas Islam harus gencar memberdayakan ketiga kelompok ini, karena keikutsertaan lembaga pemberdayaan yang memiliki basis di tengah masyarakat akan sangat membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
Contohnya?
Sebut lah masyarakat petani di pedesaan, kan bisa kita fasilitasi melalui koperasi, dimana koperasi tersebut menjembatani petani akan kebutuhan bibit, pupuk, dan obat hama. Selain itu juga bisa membantu permodalan petani agar terlepas dari sistem ijon, sehingga produksi pertanian para petani bisa dijual dengan harga pasar. Kemiskinan petani selama ini ditengarai karena sistem ijon ini, disamping soal klasik terkait keterbatasan lahan.
Begitu pula di perkotaan, ormas Islam bisa memberdayakan kelompok buruh, sehingga mereka bisa mengakses perumahan yang terjangkau misalnya. Kalangan organisasi Islam juga tengah gencar membangun BMT yang jika diperkuat secara serius, bisa menjadi kekuatan ekonomi skala besar melalui pengembangan sektor ekonomi mikro di perkotaan.
Secara umum, bagaimana struktur ekonomi nasional saat ini dan dimana posisi ummat Islam?
Ummat Islam masih berada di pinggiran dari struktur ekonomi yang kapitalistik saat ini. Lapangan ekonomi kita kan berada dibawah pemain-pemain besar, sementara umat Islam belum beranjak dari posisi mikro. Struktur ekonomi ini yang harus dibalik, karena bukan semata soal keadilan ekonomi bagi umat Islam, melainkan juga soal ketimpangan ekonomi nasional. Piramida ekonomi yang didominasi korporasi besar ini terbukti rentan terhadap krisis, sementara ekonomi kecil dan menengah terbukti lebih tahan.
Memutar piramida ekonomi seperti ini kan bukan pekerjaan kecil, sehingga memerlukan waktu dan kegigihan, bahkan membutuhkan keberpihakan Negara. Namun demikian, konsep ekonomi syariah, khususnya Perbankan Syariah yang lebih mengarah pada penguatan ekonomi kecil dan menengah merupakan harapan yang patut kita jaga dan perkuat.
Terkait perpolitikan, bagaimana pandangan Bapak atas kondisi politik Islam?
Di tengah dominasi kapital dalam pertarungan politik, tentu bisa dipastikan peran politik Islam kian mengecil saat ini. Kita lihat kecenderungan perolehan suara partai-partai politik yang berlabel Islam, kian lama dari pemilu ke pemilu semakin tergerus. Namun demikian, hal tersebut bukan lah faktor tunggal, mengingat masyarakat pemilih juga semakin rasional dan mulai melepaskan segmentasi simbol agama dalam politik. Oleh karena itu, komponen Islam di partai politik tengahan atau partai politik nasionalis harus diperkuat, seperti di Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat , Partai Gerindra dan Partai Nasdem.
Aktivis partai politik yang bersumber dari kaderisasi ormas Islam juga harus menunjukkan peranannya dalam isu-isu keumatan, sehingga terjadi relasi simbiosis mutualisme. Partai politik membutuhkan suara ummat Islam, namun umat Islam juga memerlukan keberpihakan partai politik dalam isu-isu terkait umat. Jika kedua hal tersebut terwujud, insya Allah relasi kekuasaan dan Islam akan baik dan berpatner erat.
Saat ini bangsa kita rentan dengan infiltrasi ideologi trans-nasional, yang terkadang membawa bibit-bibit radikalisme dan terorisme, bagaimana pandangan anda?
Di tengah era globalisasi yang membuat arus informasi menjadi tidak terbatas, hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Pertanyaannya adalah, sejauh mana bangsa Indonesia berupaya agar potensi tersebut tidak dipelihara dengan mengatasi dua persoalan pokok, yaitu mengatasi persoalan kemiskinan dan kebodohan, serta meyakinkan umat Islam bahwa ideologi susupan tersebut tidak relevan untuk Indonesia.
Indonesia merdeka merupakan andil umat Islam, dan kita telah tuntas memilih bentuk dan dasar negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar Negara Pancasila. Ormas-ormas Islam, terutama yang terlibat langsung dalam upaya kemerdekaan Indonesia harus menjelaskan ini kepada umat agar tidak semudah itu faham-faham tersebut bersarang di tengah masyarakat. Serta tentu saja, inang kemiskinan dan kebodohan yang mendasari disambutnya gagasan radikalisme dan terorisme tersebut kita atasi bersama.
Apa agenda MUI ke depan, pasca Musyawarah Nasional IX MUI lalu?
Pada Agustus 2015 yang lalu, Majelis Ulama Indonesia sukses menggelar Musyawarah Nasional IX di Surabaya. Munas ini membahas beragam isu-isu strategis keummatan ke depan. Forum tertinggi ini tentu menjadi momentum untuk melakukan refleksi, evaluasi, introspeksi, bahkan otokritik terhadap keberadaan, peranan, dan sumbangsih MUI yang telah berusia 40 tahun. Namun muaranya tentu agar MUI memberikan manfaat dan kemajuan bagi umat, bangsa, dan agama. Sejauh ini, kehadiran MUI disadari senantiasa diharapkan, ditunggu, dan dinanti oleh umat dan bangsa.
Harapan untuk kaum muda Islam?
Saya berharap, anak-anak muda Islam bisa tumbuh menjadi generasi terdepan bagi bangsa dan Negara. Generasi mendatang harus lebih baik dari generasi saat ini, mereka harus terdidik, berproses dengan baik melalui remaja masjid, organisai pelajar, mahasiswa dan kepemudaan Islam. Sehingga pada akhirnya akan melahirkan para teknokrat, pebisnis, bankir, politisi dan ulama handal pada masa depan. Saya berharap Angkatan Muda MDI menjadi bagian dari semangat tersebut.
Biodata
Nama Lengkap : Dr. H. Anwar Abbas
Tempat/tgl Lahir : Balai Mansiro, Sumatera Barat/15 Februari 1955
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Doktor Bidang Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Jabatan Politik : Ketua Majelis Ulama Indonesia/Bendum PP Muhammadiyah
Status Keluarga : Menikah
No comments