Aburizal Bakrie: Partai Golkar Akan Bersatu Kembali
Ir. Aburizal Bakrie, Ketua Umum DPP Partai Golkar adalah sosok tangguh yang pada dua periode terakhir memimpin partai berlambang pohon beringin. Ketangguhan ARB, demikian beliau biasa disebut, terlihat jelas dalam kepiawaiannya menakhodai Partai Golkar. Pasca pemilu 2014, Golkar bersama Koalisi Merah Putih (KMP) sukses memimpin parlemen. Kondisi yang sama juga terlihat di provinsi dan kabupaten/kota, dimana kader-kader Partai Golkar menempati unsur pimpinan DPRD. Sebelumnya, totalitas kepemimpinan ARB juga sukses memenangkan mayoritas Pilkada, dengan prosentase 59% pada pilkada periode tahun 2010-2013.
Mimbar Indonesia, bersama pimpinan Angkatan Muda Majelis Dakwah Indonesia (AMMDI) merasa beruntung diterima ARB di kantornya, di Bakrie Tower kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada hari jadi ke-51 Partai Golkar dan hanya berselang beberapa jam setelah Mahkamah Agung menerima kasasi gugatan atas SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan Munas Ancol. Bagaimana pandangan beliau tentang perpolitikan Indonesia, upaya penyelesaian konflik internal dan masa depan Partai Golkar? Ikuti perbincangan Ketua Umum Partai Golkar, Ir. Aburizal Bakrie dengan Mimbar Indonesia (20/10).
Selamat ulang tahun untuk Partai Golkar bapak Ketua Umum, semoga Golkar terus berkarya untuk Indonesia..
Terima kasih, insya Allah Partai Golkar akan selalu memberikan yang terbaik bagi negara kita tercinta, dan sebagai ketua umum, saya juga selalu memberikan yang terbaik bagi partai dan bangsa kita tentunya.
Apa harapan bapak bagi Partai Golkar di usianya yang ke-51 tahun? Dengan kado selesainya gugatan Tata Usaha Negara di Mahkamah Agung?
Alhamdulillah, kebenaran telah ditegakkan, semoga menjadi modal baik bagi perjalanan Partai Golkar ke depan setelah masa-masa konflik belakangan ini. Serta yang terpenting menjadi pelajaran bagi kita semua.
Terkait konflik kepengurusan, persoalan sebenarnya bagaimana?
Begini, sebagai negara hukum kita tentu mesti sepenuhnya patuh pada mekanisme hukum di Indonesia. Namun kenyataannya kan tidak selalu demikian. Terkait Golkar, kalau kita mengacu pada UU Partai Politik, maka yang dinamakan kepengurusan ganda adalah apabila terjadi pada satu Munas. Jika dalam suatu Munas terdapat perbedaan pendapat dimana dua pertiga anggota di dalam Munas itu memilih jalan yang lain maka bisa dinamakan kepengurusan ganda. Jadi, harus terjadi dalam satu Munas.
Nah, di dalam konteks Munas Ancol ini, mereka melakukan pada Munas yang lain, Munas susulan. Karena itu seharusnya pemerintah segera menolak. Bayangkan jika sekelompok orang semau-maunya melakukan Munas mengatasnamakan Partai Golkar atau Munas partai politik yang lain, seharusnya pemerintah langsung bersikap tegas. Namun sebaliknya pemerintah mengesahkan kepengurusan Munas Ancol. Sehingga, sebenarnya kepengurusan ganda itu tidak ada, namun diadakan karena kepentingan politik.
Kepentingan politik saat itu terkait Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Pemerintah pada saat itu merasa perlu mencari orang dari Partai Golkar yang bisa mengarahkan dukungan Partai Golkar pada KIH, sehingga diciptakan lah sebuah Munas yang melanggar Undang-Undang itu. Jadi terlihat bahwa, pemerintah menjalankan kebijakan politik dengan menggunakan kekuasaan namun dengan mengabaikan hukum. Situasi ini kita sadari, sehingga dalam menyikapinya kita tidak mungkin melakukan suatu usaha perlawanan dengan menggunakan instrumen politik, karena kita akan kalah mengingat kekuasaan berada pada pemerintah.
Karena itu lah saya melakukan pendekatan hukum, dengan meminta pengadilan untuk mengambil keputusan. Kita patut bersyukur, keadilan masih berpihak pada kebenaran, dalam dua hari ini (19 dan 20 Oktober 2015-red), putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan Kasasi di Mahkamah Agung dalam peradilan Tata Usaha Negara telah keluar dan menegaskan keabsahan Munas Bali. Keputusan kasasi TUN sudah final memastikan SK Menkumham tidak sah, sedangkan putusan Pengadilan Tinggi juga menguatkan putusan PN Jakarta Utara, bahwa pelaksanaan Munas Bali adalah sah disertai dengan semua ketetapan Munas, seperti pembentukan pengurus dan perubahan Anggaran Dasar.
Karena putusan kasasi TUN sudah final, maka tidak ada lagi upaya hukum yang bisa diambil oleh Menkumham, sehingga harus menerbitkan SK Kepengurusan hasil Munas Bali. Terkait gugatan perdata, upaya banding bisa saja ditempuh kubu Pak Agung, namun kita optimis putusan akhir kasasi perdata akan sama dengan putusan kasasi TUN, karena Ketua Muda Perdata dan Ketua Muda Tata Usaha Negara di Mahkamah Agung kebetulan orangnya sama. Rasanya menjadi aneh, kok orangnya sama namun keputusannya berbeda.
Padahal semestinya keabsahan Munas Bali sudah ditetapkan PN Jakarta Utara?
Benar, meskipun putusan PN Jakarta Utara pada akhir Juli 2015 lalu telah mengesahkan keabsahan pelaksanaan Munas Bali yang sebenarnya berlaku serta merta, artinya saat itu juga berlaku. Tetapi, saat itu pemerintah lagi-lagi tidak mau mengikuti putusan pengadilan negeri karena masih ada upaya banding. Padahal keputusan PN tersebut sama dengan Undang-Undang.
Terkait isu pelaksanaan Munas tahun depan?
Karena keabsahan Munas Bali telah ditetapkan, maka masa bakti kepengurusan Munas Bali periode 2014-2019 juga sah. Artinya, kita dapat bersatu dan Munas kita laksanakan pada 2019 mendatang, jadi bukan pada tahun 2016. Bisa saja terjadi Munas tahun depan, jika ada daerah-daerah tingkat satu yang mendesak dilaksanakannya Munas Luar Biasa, setidaknya dua pertiga dari jumlah pengurus tingkat satu, yaitu sekurang-kurangnya 23 DPD I. Namun hingga hari ini tidak ada satu pun DPD I yang meminta dilaksanakannya Munaslub.
Apakah kini pemerintah berubah sikap terkait konflik Golkar?
Pendekatan politik pemerintah yang dulu sangat terasa memang sudah berubah menjadi memilih penyelesaian melalui mekanisme hukum. Kenapa pemerintah berubah? Karena pada saat keputusan-keputusan krusial bagi pemerintah, seperti pada penetapan APBNP 2015, justru KMP lah yang mendukung pengesahannya. Presiden Jokowi tentu melihat hal ini, bahkan mengatakan kenapa kok justru KMP? Mengapa Golkar kubu ARB yang konstruktif mendukung langkah pemerintah? Setelah itu terlihat perbedaan sikap, dari pendekatan kekuasaan menjadi menanti keputusan hukum.
Koalisi Merah Putih tanpa Partai Demokrat menguasai 53%, dan awalnya pemerintah barangkali berkeyakinan, jika Golkar bisa bergabung dengan KIH maka lebih memudahkan pemerintah di parlemen. Ternyata, setelah itu kalkulasi politiknya berubah, justru KMP lah yang mendukung kebijakan pemerintah.
Pasca konflik, langkah apa yang akan dijalankan untuk pembenahan?
Kita masih punya empat tahun untuk menghadapi Pemilu 2019 dan pada jangka waktu itu saya mengharapkan terjadinya pembentukan satu kekuatan baru di dalam Partai Golkar agar menang kembali pada Pemilu 2019. Saya yakin kita akan menuai arus balik, atau mengalami pasang naik jika bisa mempersatukan dan mengkonsolidasikan partai dalam waktu cepat. Bahkan, sebelum putusan hukum ini ditetapkan, kubu Munas Bali sudah bertindak untuk mengamankan kepentingan partai.
Sebagai ilustrasi, kalau kita lihat menjelang pendaftaran Pilkada lalu, banyak pihak mungkin berharap kita tidak bisa ikut pilkada. Meskipun saat pendaftaran Pilkada kita sudah dimenangkan Pengadilan Negeri, namun saya katakan kita mengalah dan mengikuti keputusan KPU bersama pemerintah yang mengatakan bahwa Munas Bali dan Munas Ancol bisa mendaftarkan kandidat secara bersama kalau bisa mendapatkan calon yang sama. Alhamdulillah kira-kira 90% pada total Pilkada di seluruh Indonesia, kita bisa mencalonkan.
Saat itu banyak teman-teman mempertanyakan mengapa kita mengalah? Saya katakan kalau tidak mengalah, maka pelaksanaan pilkada serentak bisa terancam. Jika kader-kader Golkar tidak diterima dalam pendaftaran pilkada, tentu kita akan masuk ke pengadilan, sehingga bisa terjadi pengunduran Pilkada. Sikap mengalah itu ternyata menyemangati kembali kader-kader di daerah karena di tengah konflik, Golkar bisa tetap mengikuti pilkada.
Jadi setelah masalah hukum selesai, tugas pokok kita adalah mengkonsolidasikan kembali seluruh komponen partai, agar bersatu dan membangun Golkar untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Harapan bagi Partai Golkar ke depan?
Harapan itu akan muncul pada suatu organisasi politik kalau organisasi politik itu cerah. Saya gambarkan, pada kondisi gelap dan habis hujan maka laron saja akan menjauh. Laron itu mendekat jika kondisinya terang. Organisasi juga demikian, jika suasananya cerah maka banyak yang akan mendekat. Setelah Golkar menyelesaikan masalahnya, serta terus berbuat untuk kepentingan bangsa, maka saya percaya partai ini akan terus mendapat tempat di hati rakyat.
Saya juga yakin publik fair menilai, saat kita ditantang untuk melakukan tindakan premanisme, saya bilang jangan. Ketika teman-teman mendesak melakukan aksi balasan, saya katakan bagi yang berkecukupan mungkin tidak banyak konsekuensinya, namun andai aksi balasan itu menyebabkan korban, katakan lah menimpa orang yang diupah 100rb atau 200rb rupiah untuk menyerang Golkar, maka akibatnya akan luar biasa bagi keluarganya, sangat tidak sebanding. Jadi, saya tegaskan mari kita serahkan pada hukum.
Nah, kesabaran kita ini ternyata diapresiasi masyarakat, apalagi konflik Golkar disimak rakyat banyak karena terus-menerus ditayangkan televisi dan diberitakan media massa. Banyak yang bilang, “kok sabar banget sih,”..meski awalnya, sebagian boleh jadi mengira, “kok kubu ARB takut banget..” (tertawa)
Bagaimana kinerja pemerintahan saat ini?
Situasi negara kita sekarang cukup memprihatinkan, terutama masalah ekonomi. Kita lihat kebutuhan pokok mengalami kenaikan, melonjak dengan cepat, sedangkan pendapatan masyarakat masih tetap sama, sehingga menyebabkan kehidupan rakyat menjadi sulit. Hal ini ditambah lagi dengan terjadinya PHK belakangan ini. Untuk membuktikannya, kita tidak perlu memakai angka-angka dari luar, kita pakai angka dari BPS saja. Angka BPS mengatakan bahwa angka kemiskinan bertambah.
Kalau makin banyak kemiskinan, maka menjadi lahan yang paling subur bagi tumbuhnya kriminalitas dan kelompok-kelompok radikal, baik kelompok radikal kiri maupun kelompok radikal kanan. Jadi masalah pokoknya menurut saya adalah, ketidakmampuan pemerintah, setidaknya dalam kurun setahun pemerintahan sekarang, untuk menurunkan angka kemiskinan. Itu yang paling pokok, sebab nanti kemiskinan akan berdampak pada keamanan, sosial dan lain-lain.
Terkait politik nasional terkini?
Saat ini terdapat dua hal yang menjadi perhatian kita, pertama ketidakpuasan hampir semua fraksi terhadap postur RAPBN 2016. Ketidakpuasan tersebut membuat fraksi-fraksi, baik KMP maupun KIH, mengusulkan pengunduran jadwal paripurna RUU APBN 2016, dari tanggal 22 Oktober menjadi tanggal 30 Oktober 2015. PDIP punya alasannya sendiri, namun KMP melihat bahwa banyak rincian APBN tidak sesuai, seperti dana desa yang hingga kini tidak terserap, masalah penanaman modal nasional, termasuk soal jumlah devisit dan bagaimana menambal devisit anggaran tersebut. Hal ini jarang sekali terjadi, bahkan mungkin baru pertama terjadi ketika mayorita fraksi-fraksi meminta pengunduran jadwal paripurna pengesahan APBN.
Kalau lah UU APBN tidak disahkan atau ditolak DPR, maka pemerintah terpaksa menggunakan APBNP 2015 untuk digunakan pada tahun depan. Meski Indonesia tidak akan kiamat karena hal itu, namun menjadi sinyal politik yang sangat jelas kepada Presiden Jokowi bahwa dia tidak bisa berbuat semau-maunya. Hal ini tentu perlu kita cermati dengan baik, agar jangan terjadi kebuntuan. Kita sudah minta fraksi (Golkar-red) untuk mencermati agar anggaran negara berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
Hal kedua, masalah Pansus Pelindo II. Pansus itu sifatnya hak angket, dan angket ini bisa memeriksa siapa saja, termasuk Presiden dan Wakil presiden. Kita menghawatirkan, jika pemerintah tidak memandang serius masalah ini, dia bisa berakibat sampai pada hak menyatakan pendapat. Ini yang harus dihindari pemerintah lewat komunikasi yang baik dengan semua fraksi di DPR. Sepertinya pemerintah belum menyadari hal ini, yang terlihat pada wawancara Presiden Jokowi dengan BBC, dimana presiden menyatakan bahwa masalah politik tidak ada masalah. Menurut presiden, APBN bisa kita selesaikan, masalah Polri bisa diselesaikan.
Masalah lainnya yang mencakup soal politik, ekonomi bahkan nanti bisa jadi masalah sosial adalah tenaga kerja impor. Kesepakatan memasukkan 10 juta pekerja China ke Indonesia, jika hal itu benar terjadi, maka pemerintah harus menghentikan. Saya sudah menginstruksikan Fraksi Partai Golkar untuk menolak potensi pengebirian pada hak pekerja Indonesia ini. Kita tidak menolak tenaga ahli, namun jika yang masuk juga pekerja kasar, maka kita menolak. Keberadaan pekerja kasar ini sudah terbukti pada pengerjaan proyek-proyek infrastruktur, energi, dan manufaktur di berbagai daerah. Namun masalahnya, Undang-Undang di China menyebut jika investasi di negara lain melebihi 100 juta dolar harus menggunakan tenaga kerja mereka sendiri.
Saya mengapresiasi langkah Presiden Jokowi membangun infrastruktur dengan keberanian luar biasa, termasuk dalam menyiasati hambatan-hambatan selama tidak melanggar hukum. Kita lihat pembangunan rel kereta api di Sulawesi sudah mulai dibangun, jalan tol Sumatera sudah dimulai, yang menolak tanahnya digunakan untuk pembangunan, uangnya ditaruh dua setengah kali NJOP di pengadilan namun pembangunannya tetap dijalankan. Namun, agenda jangka panjang itu jangan mengabaikan keselamatan bangsa dalam jangka pendek.
Sikap politik Partai Golkar?
Meski di luar pemerintahan, Partai Golkar berkomitmen mempertahankan pemerintahan hingga lima tahun, karena konstitusi kita mengatakan itu. Partai Golkar siap menjadi partner yang konstruktif dan membangun untuk kepentingan bangsa. (Fahman)
Mimbar Indonesia, bersama pimpinan Angkatan Muda Majelis Dakwah Indonesia (AMMDI) merasa beruntung diterima ARB di kantornya, di Bakrie Tower kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada hari jadi ke-51 Partai Golkar dan hanya berselang beberapa jam setelah Mahkamah Agung menerima kasasi gugatan atas SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan Munas Ancol. Bagaimana pandangan beliau tentang perpolitikan Indonesia, upaya penyelesaian konflik internal dan masa depan Partai Golkar? Ikuti perbincangan Ketua Umum Partai Golkar, Ir. Aburizal Bakrie dengan Mimbar Indonesia (20/10).
Selamat ulang tahun untuk Partai Golkar bapak Ketua Umum, semoga Golkar terus berkarya untuk Indonesia..
Terima kasih, insya Allah Partai Golkar akan selalu memberikan yang terbaik bagi negara kita tercinta, dan sebagai ketua umum, saya juga selalu memberikan yang terbaik bagi partai dan bangsa kita tentunya.
Apa harapan bapak bagi Partai Golkar di usianya yang ke-51 tahun? Dengan kado selesainya gugatan Tata Usaha Negara di Mahkamah Agung?
Alhamdulillah, kebenaran telah ditegakkan, semoga menjadi modal baik bagi perjalanan Partai Golkar ke depan setelah masa-masa konflik belakangan ini. Serta yang terpenting menjadi pelajaran bagi kita semua.
Terkait konflik kepengurusan, persoalan sebenarnya bagaimana?
Begini, sebagai negara hukum kita tentu mesti sepenuhnya patuh pada mekanisme hukum di Indonesia. Namun kenyataannya kan tidak selalu demikian. Terkait Golkar, kalau kita mengacu pada UU Partai Politik, maka yang dinamakan kepengurusan ganda adalah apabila terjadi pada satu Munas. Jika dalam suatu Munas terdapat perbedaan pendapat dimana dua pertiga anggota di dalam Munas itu memilih jalan yang lain maka bisa dinamakan kepengurusan ganda. Jadi, harus terjadi dalam satu Munas.
Nah, di dalam konteks Munas Ancol ini, mereka melakukan pada Munas yang lain, Munas susulan. Karena itu seharusnya pemerintah segera menolak. Bayangkan jika sekelompok orang semau-maunya melakukan Munas mengatasnamakan Partai Golkar atau Munas partai politik yang lain, seharusnya pemerintah langsung bersikap tegas. Namun sebaliknya pemerintah mengesahkan kepengurusan Munas Ancol. Sehingga, sebenarnya kepengurusan ganda itu tidak ada, namun diadakan karena kepentingan politik.
Kepentingan politik saat itu terkait Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Pemerintah pada saat itu merasa perlu mencari orang dari Partai Golkar yang bisa mengarahkan dukungan Partai Golkar pada KIH, sehingga diciptakan lah sebuah Munas yang melanggar Undang-Undang itu. Jadi terlihat bahwa, pemerintah menjalankan kebijakan politik dengan menggunakan kekuasaan namun dengan mengabaikan hukum. Situasi ini kita sadari, sehingga dalam menyikapinya kita tidak mungkin melakukan suatu usaha perlawanan dengan menggunakan instrumen politik, karena kita akan kalah mengingat kekuasaan berada pada pemerintah.
Karena itu lah saya melakukan pendekatan hukum, dengan meminta pengadilan untuk mengambil keputusan. Kita patut bersyukur, keadilan masih berpihak pada kebenaran, dalam dua hari ini (19 dan 20 Oktober 2015-red), putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan Kasasi di Mahkamah Agung dalam peradilan Tata Usaha Negara telah keluar dan menegaskan keabsahan Munas Bali. Keputusan kasasi TUN sudah final memastikan SK Menkumham tidak sah, sedangkan putusan Pengadilan Tinggi juga menguatkan putusan PN Jakarta Utara, bahwa pelaksanaan Munas Bali adalah sah disertai dengan semua ketetapan Munas, seperti pembentukan pengurus dan perubahan Anggaran Dasar.
Karena putusan kasasi TUN sudah final, maka tidak ada lagi upaya hukum yang bisa diambil oleh Menkumham, sehingga harus menerbitkan SK Kepengurusan hasil Munas Bali. Terkait gugatan perdata, upaya banding bisa saja ditempuh kubu Pak Agung, namun kita optimis putusan akhir kasasi perdata akan sama dengan putusan kasasi TUN, karena Ketua Muda Perdata dan Ketua Muda Tata Usaha Negara di Mahkamah Agung kebetulan orangnya sama. Rasanya menjadi aneh, kok orangnya sama namun keputusannya berbeda.
Padahal semestinya keabsahan Munas Bali sudah ditetapkan PN Jakarta Utara?
Benar, meskipun putusan PN Jakarta Utara pada akhir Juli 2015 lalu telah mengesahkan keabsahan pelaksanaan Munas Bali yang sebenarnya berlaku serta merta, artinya saat itu juga berlaku. Tetapi, saat itu pemerintah lagi-lagi tidak mau mengikuti putusan pengadilan negeri karena masih ada upaya banding. Padahal keputusan PN tersebut sama dengan Undang-Undang.
Terkait isu pelaksanaan Munas tahun depan?
Karena keabsahan Munas Bali telah ditetapkan, maka masa bakti kepengurusan Munas Bali periode 2014-2019 juga sah. Artinya, kita dapat bersatu dan Munas kita laksanakan pada 2019 mendatang, jadi bukan pada tahun 2016. Bisa saja terjadi Munas tahun depan, jika ada daerah-daerah tingkat satu yang mendesak dilaksanakannya Munas Luar Biasa, setidaknya dua pertiga dari jumlah pengurus tingkat satu, yaitu sekurang-kurangnya 23 DPD I. Namun hingga hari ini tidak ada satu pun DPD I yang meminta dilaksanakannya Munaslub.
Apakah kini pemerintah berubah sikap terkait konflik Golkar?
Pendekatan politik pemerintah yang dulu sangat terasa memang sudah berubah menjadi memilih penyelesaian melalui mekanisme hukum. Kenapa pemerintah berubah? Karena pada saat keputusan-keputusan krusial bagi pemerintah, seperti pada penetapan APBNP 2015, justru KMP lah yang mendukung pengesahannya. Presiden Jokowi tentu melihat hal ini, bahkan mengatakan kenapa kok justru KMP? Mengapa Golkar kubu ARB yang konstruktif mendukung langkah pemerintah? Setelah itu terlihat perbedaan sikap, dari pendekatan kekuasaan menjadi menanti keputusan hukum.
Koalisi Merah Putih tanpa Partai Demokrat menguasai 53%, dan awalnya pemerintah barangkali berkeyakinan, jika Golkar bisa bergabung dengan KIH maka lebih memudahkan pemerintah di parlemen. Ternyata, setelah itu kalkulasi politiknya berubah, justru KMP lah yang mendukung kebijakan pemerintah.
Pasca konflik, langkah apa yang akan dijalankan untuk pembenahan?
Kita masih punya empat tahun untuk menghadapi Pemilu 2019 dan pada jangka waktu itu saya mengharapkan terjadinya pembentukan satu kekuatan baru di dalam Partai Golkar agar menang kembali pada Pemilu 2019. Saya yakin kita akan menuai arus balik, atau mengalami pasang naik jika bisa mempersatukan dan mengkonsolidasikan partai dalam waktu cepat. Bahkan, sebelum putusan hukum ini ditetapkan, kubu Munas Bali sudah bertindak untuk mengamankan kepentingan partai.
Sebagai ilustrasi, kalau kita lihat menjelang pendaftaran Pilkada lalu, banyak pihak mungkin berharap kita tidak bisa ikut pilkada. Meskipun saat pendaftaran Pilkada kita sudah dimenangkan Pengadilan Negeri, namun saya katakan kita mengalah dan mengikuti keputusan KPU bersama pemerintah yang mengatakan bahwa Munas Bali dan Munas Ancol bisa mendaftarkan kandidat secara bersama kalau bisa mendapatkan calon yang sama. Alhamdulillah kira-kira 90% pada total Pilkada di seluruh Indonesia, kita bisa mencalonkan.
Saat itu banyak teman-teman mempertanyakan mengapa kita mengalah? Saya katakan kalau tidak mengalah, maka pelaksanaan pilkada serentak bisa terancam. Jika kader-kader Golkar tidak diterima dalam pendaftaran pilkada, tentu kita akan masuk ke pengadilan, sehingga bisa terjadi pengunduran Pilkada. Sikap mengalah itu ternyata menyemangati kembali kader-kader di daerah karena di tengah konflik, Golkar bisa tetap mengikuti pilkada.
Jadi setelah masalah hukum selesai, tugas pokok kita adalah mengkonsolidasikan kembali seluruh komponen partai, agar bersatu dan membangun Golkar untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Harapan bagi Partai Golkar ke depan?
Harapan itu akan muncul pada suatu organisasi politik kalau organisasi politik itu cerah. Saya gambarkan, pada kondisi gelap dan habis hujan maka laron saja akan menjauh. Laron itu mendekat jika kondisinya terang. Organisasi juga demikian, jika suasananya cerah maka banyak yang akan mendekat. Setelah Golkar menyelesaikan masalahnya, serta terus berbuat untuk kepentingan bangsa, maka saya percaya partai ini akan terus mendapat tempat di hati rakyat.
Saya juga yakin publik fair menilai, saat kita ditantang untuk melakukan tindakan premanisme, saya bilang jangan. Ketika teman-teman mendesak melakukan aksi balasan, saya katakan bagi yang berkecukupan mungkin tidak banyak konsekuensinya, namun andai aksi balasan itu menyebabkan korban, katakan lah menimpa orang yang diupah 100rb atau 200rb rupiah untuk menyerang Golkar, maka akibatnya akan luar biasa bagi keluarganya, sangat tidak sebanding. Jadi, saya tegaskan mari kita serahkan pada hukum.
Nah, kesabaran kita ini ternyata diapresiasi masyarakat, apalagi konflik Golkar disimak rakyat banyak karena terus-menerus ditayangkan televisi dan diberitakan media massa. Banyak yang bilang, “kok sabar banget sih,”..meski awalnya, sebagian boleh jadi mengira, “kok kubu ARB takut banget..” (tertawa)
Bagaimana kinerja pemerintahan saat ini?
Situasi negara kita sekarang cukup memprihatinkan, terutama masalah ekonomi. Kita lihat kebutuhan pokok mengalami kenaikan, melonjak dengan cepat, sedangkan pendapatan masyarakat masih tetap sama, sehingga menyebabkan kehidupan rakyat menjadi sulit. Hal ini ditambah lagi dengan terjadinya PHK belakangan ini. Untuk membuktikannya, kita tidak perlu memakai angka-angka dari luar, kita pakai angka dari BPS saja. Angka BPS mengatakan bahwa angka kemiskinan bertambah.
Kalau makin banyak kemiskinan, maka menjadi lahan yang paling subur bagi tumbuhnya kriminalitas dan kelompok-kelompok radikal, baik kelompok radikal kiri maupun kelompok radikal kanan. Jadi masalah pokoknya menurut saya adalah, ketidakmampuan pemerintah, setidaknya dalam kurun setahun pemerintahan sekarang, untuk menurunkan angka kemiskinan. Itu yang paling pokok, sebab nanti kemiskinan akan berdampak pada keamanan, sosial dan lain-lain.
Terkait politik nasional terkini?
Saat ini terdapat dua hal yang menjadi perhatian kita, pertama ketidakpuasan hampir semua fraksi terhadap postur RAPBN 2016. Ketidakpuasan tersebut membuat fraksi-fraksi, baik KMP maupun KIH, mengusulkan pengunduran jadwal paripurna RUU APBN 2016, dari tanggal 22 Oktober menjadi tanggal 30 Oktober 2015. PDIP punya alasannya sendiri, namun KMP melihat bahwa banyak rincian APBN tidak sesuai, seperti dana desa yang hingga kini tidak terserap, masalah penanaman modal nasional, termasuk soal jumlah devisit dan bagaimana menambal devisit anggaran tersebut. Hal ini jarang sekali terjadi, bahkan mungkin baru pertama terjadi ketika mayorita fraksi-fraksi meminta pengunduran jadwal paripurna pengesahan APBN.
Kalau lah UU APBN tidak disahkan atau ditolak DPR, maka pemerintah terpaksa menggunakan APBNP 2015 untuk digunakan pada tahun depan. Meski Indonesia tidak akan kiamat karena hal itu, namun menjadi sinyal politik yang sangat jelas kepada Presiden Jokowi bahwa dia tidak bisa berbuat semau-maunya. Hal ini tentu perlu kita cermati dengan baik, agar jangan terjadi kebuntuan. Kita sudah minta fraksi (Golkar-red) untuk mencermati agar anggaran negara berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
Hal kedua, masalah Pansus Pelindo II. Pansus itu sifatnya hak angket, dan angket ini bisa memeriksa siapa saja, termasuk Presiden dan Wakil presiden. Kita menghawatirkan, jika pemerintah tidak memandang serius masalah ini, dia bisa berakibat sampai pada hak menyatakan pendapat. Ini yang harus dihindari pemerintah lewat komunikasi yang baik dengan semua fraksi di DPR. Sepertinya pemerintah belum menyadari hal ini, yang terlihat pada wawancara Presiden Jokowi dengan BBC, dimana presiden menyatakan bahwa masalah politik tidak ada masalah. Menurut presiden, APBN bisa kita selesaikan, masalah Polri bisa diselesaikan.
Masalah lainnya yang mencakup soal politik, ekonomi bahkan nanti bisa jadi masalah sosial adalah tenaga kerja impor. Kesepakatan memasukkan 10 juta pekerja China ke Indonesia, jika hal itu benar terjadi, maka pemerintah harus menghentikan. Saya sudah menginstruksikan Fraksi Partai Golkar untuk menolak potensi pengebirian pada hak pekerja Indonesia ini. Kita tidak menolak tenaga ahli, namun jika yang masuk juga pekerja kasar, maka kita menolak. Keberadaan pekerja kasar ini sudah terbukti pada pengerjaan proyek-proyek infrastruktur, energi, dan manufaktur di berbagai daerah. Namun masalahnya, Undang-Undang di China menyebut jika investasi di negara lain melebihi 100 juta dolar harus menggunakan tenaga kerja mereka sendiri.
Saya mengapresiasi langkah Presiden Jokowi membangun infrastruktur dengan keberanian luar biasa, termasuk dalam menyiasati hambatan-hambatan selama tidak melanggar hukum. Kita lihat pembangunan rel kereta api di Sulawesi sudah mulai dibangun, jalan tol Sumatera sudah dimulai, yang menolak tanahnya digunakan untuk pembangunan, uangnya ditaruh dua setengah kali NJOP di pengadilan namun pembangunannya tetap dijalankan. Namun, agenda jangka panjang itu jangan mengabaikan keselamatan bangsa dalam jangka pendek.
Sikap politik Partai Golkar?
Meski di luar pemerintahan, Partai Golkar berkomitmen mempertahankan pemerintahan hingga lima tahun, karena konstitusi kita mengatakan itu. Partai Golkar siap menjadi partner yang konstruktif dan membangun untuk kepentingan bangsa. (Fahman)
No comments