Header Ads


  • Breaking News

    Ponpes Darul Arqom Gombara Pesantren Pinggiran Pencetak Ulama & Umara

    Dalam sejarah perjuangan mendirikan Negara Republik Indonesia, kelompok Pesantren merupakan salah satu elemen penting yang tidak bisa dihilangkan begitu saja dari sejarah bangsa. Melalui santri-santrinya yang terdidik, baik dari segi pemikiran keagaman dan kebangsaan, hingga keterampilan dalam bela diri dan strategi perang, Pondok Pesantren merupakan salah satu tulang punggung dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga bagi penjajah, Pondok Pesantren merupakan musuh yang sangat ditakuti kala itu. Demikian halnya pasca kemerdekaan, Pesantren merupakan rujukan ketika pemimpin pemerintahan hendak mengambil kebijakan penting. Tidak hanya itu, santri-santrinya kemudian juga menempati posisi-posisi penting dalam roda pemerintahan sejak masa awal kemerdekaan Indonesia hingga kini.
     
    Umumnya kita mengenal Pondok Pesantren yang berada di Pulau Jawa, namun bukan berarti di luar Pulau Jawa tidak ada Pondok Pesantren berkualitas. Di Sulawesi Selatan misalnya, saat ini bisa kita jumpai keberadaan puluhan Pesantren di hampir setiap Kabupaten dan Kota. Namun dari sekian banyak Pesantren tersebut, meski mungkin belum setenar Pesantren di Pulau Jawa, namun cukup populer di wilayah Sulawesi karena telah melahirkan sejumlah ulama terkenal dan tokoh politik nasional, yaitu Pondok Pesantren Gombara.
    Pesantren tersebut sebenarnya bernama Pondok Pesantren Modern Darul Arqam, namun orang-orang pada umumnya menyebutnya Pesantren “Gombara”. Sebutan itu melekat karena kebetulan Pesantren tersebut berada di kampung Gombara yang berada di pinggiran Kota Makassar. Pesantren ini didirikan pada tahun 1971 oleh seorang ulama terkemuka di Sulawesi Selatan, KH. Abdul Jabbar Asysiry yang merupakan murid dan rekan sepergerakan Buya Hamka ketika bermukim di kota Makassar.
    Gombara, dipersiapkan oleh KH. Jabbar bersama rekan-rekan sepergerakan di Muhammadiyah Makassar waktu itu sebagai sekolahnya para ulama masa depan Sulawesi Selatan. Terminologi ulama yang dimaksud tersebut bukan hanya sekedar memahami dan menguasai ilmu agama secara khusus, namun juga mendalami ilmu-ilmu keduniaan yang sangat penting bagi kehidupan ummat manusia. Setelah Pesantren ini dapat membuktikan formasi dakwah pendidikan yang diterapkannya, maka berbondong-bondonglah orang tua dari seluruh Sulawesi untuk menyekolahkan anaknya di Pesantren Gombara.
    Kampung Bahasa Arab
    Salah satu kunci pendidikan utama yang diterapkan pesantren Gombra adalah penguasaan bahasa Arab secara baik. Setiap santri diharuskan menghafal kosa kata (mufradat) baru sejumlah puluhan hingga ratusan kata setiap harinya. Kegiatan tersebut dilakukan dengan sistem saling mengevaluasi sesama teman. Metode sederhana ini memiliki efek besar bagi para santri dalam penguasaan bahasa Arab, sebab penguasaan bahasa Arab lah yang akan menuntun kita untuk menguasai ilmu-ilmu lainnya yang terkandung di dalam Al-Quran.
    Sejak itu pesantren Gombara dikenal sebagai kampung bahasa Arab di Pulau Sulawesi, bukan karena semata Pesantren mewajibkan penggunaan bahasa Arab, melainkan telah menjadi budaya pendidikan yang mempengaruhi lingkungan Pesantren. Bahkan sejak tahun 1980-an, Syekh-Syekh dari Timur Tengah jika berkunjung ke Indonesia, kerap mampir di Pesantren Gombara karena merasa berada di kampung halaman, dan uniknya adalah di Pesantren tersebut ditemukan kosa kata bahasa Arab yang sulit ditemukan di negeri asalnya.
    Kisah tentang penguasaan bahasa Arab ala Pesantren Gombara pernah dialami salah seorang alumninya ketika kuliah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam & Arab (LIPIA). Sebagai alumni Pesantren yang populer dengan bahasa Arab, tentu saja dia merasa percaya diri dengan kemampuan berbahasa Arabnya. Saat seorang Syekh yang mengajar di kelas perdana mempersilahkan para mahasiswa untuk memperkenalkan diri, sang lulusan Gombara memperkenalkan diri dengan begitu lancer. Setelah itu Syekh berkomentar “laa afham ma takul” (saya tidak faham apa yang engkau katakan), namun Syekh tersebut tertarik dengan si mahasiswa sehingga pada hari-hari berikutnya dia dipercaya menjadi penerjemah sang Syekh.
    Pesantren Gombara memang meletakkan bahasa Arab sebagai salah satu pondasi dari sistem pendidikannya, karena untuk menguasai ilmu tafsir Al-Quran, ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sumber dari Al-Qur’an harus menguasai bahasa Arab baik bagi penguasaan teori ataupun keperluan percakapan sehari-hari.
    Melahirkan Ulama dan Umara
    Di era tahun 80-an, bertepatan dengan satu dekade Pesantren Gombara didirikan, saat musim penerimaan santri baru terjadi hal diluar kebiasaan Pesantren. Jika pada tahun-tahun sebelumnya santri yang mendaftar hanya pada kisaran ratusan, kali ini lebih dari seribu calon santri dari berbagai daerah di tanah air mendaftar. Masalah muncul karena kapasitas asrama bermukim dan ruang kelas belajar mengajar tak mencukupi. Namun pengasuh Pesantren tetap menerima ribuan santri tanpa pembatasan karena orang tua calon santri memohon agar anak-anaknya diijinkan mengenyam pendidikan Pesantren Gombara sekalipun tidurnya kurang nyaman karena harus bersempit-sempitan.
    Ini sebuah kepercayaan luar biasa kepada Pesantren Gombara, mengingat hal tersebut bukan lah disebabkan pencitraan melalui iklan atau langkah-langkah mobilisasi dalam penerimaan santri baru, melainkan dikarenakan para orang tua telah menyaksikan sendiri hasil didikan dari Pesantren Gombara. Para santri sering melakukan rihlah dakwah (perjalan dakwah) ke berbagai daerah di Sulawesi dan sekitarnya. Santri-santri tersebut menunjukkan kepiawaiannya di mimbar dalam pidato empat bahasa (Arab, Inggris, Indonesia, dan bahasa daerah) disertai penguasan ilmu Agama yang mencerahkan.
    Tentu tidak serta merta para santri Pesantren Gombara dapat menguasai berbagai keahlian di atas, menurut Uts. Hidayat Baharuddin, alumni yang kini dipercaya menjadi salah seorang pembina di pesantren tersebut, pesantren ini menerapkan sistem yang sangat sederhana. Pertama, setiap orang tua yang hendak menyantrikan anaknya ke Pesantren harus memberikan mandat penuh untuk membina anaknya dan diberikan laporan rutin. Kedua: dalam pembinaan kemampuan berbahasa asing diterapkan sistem saling mengevaluasi, jika itu terkait berbahasa secara lisan akan dievaluasi oleh sesama santri. Namun jika terkait dengan tata bahasa akan dievaluasi oleh pembina/ustaz.
    Ketiga: dalam pembinan pengembangan kepemimpinan, mulai dari pembentukan mental, kemampuan berpidato, sampai manajemen kepemimpinan berorganisasi serta pengembangan diri lainnya diberikan mandat kepada pengurus IPM/OSIS untuk menyukseskannya. Keempat: terkait ilmu agama dan umum dimandatkan kepada para guru/ustaz sesuai bidangnya.
    Sambung hidayat, bagaimana lulusan Gombara tidak cerdas, jika sehari-hari saja sudah menggunakan bahasa Arab dan Inggris dalam berkomunikasi, mereka juga haus dengan buku. Menurut Hidayat, hampir semua santri sejak kelas satu MTs sudah menuntaskan buku-buku seperti berpikir dan berjiwa besar, sastra Jalaluddin Rumi, kitab-kita Balagha, dan bejubel buku lainnya. Bisa dibayangkan, jika pada umumnya buku-buku itu adalah bacaan mahasiswa, tetapi di Pesantren Gombara buku tersebut telah dipelajari sejak bangku kelas satu MTs/SMP.
    Kemampuan kepemimpinan berorganisasi santri-santri Pesantren Gombara juga tak bisa dipandang remeh, karena sebagai salah satu Pesantren asuhan Muhammadiyah Sulawesi Selatan, maka semua santri secara otomatis bergabung dengan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ranting istimewa Gombara. Kistimewaan itu tak hanya secara formal namun kapasitas para santrinya bisa membuktikan keistimewaannya. “Dulu para Pimpinan Wilayah IPM Sulsel pada takut datang melakukan perkaderan formal di pesantren gombara, bisa jadi karena kapasitas yang sama atau bahkan dibawah para santri-santri,” kenang Hidayat.
    Pesantren pencipta Ulama dan Umara ini telah membuktikan, kiprah alumninya di dunia internasional diwakili Imam Shamsi Ali yang kini menjadi ulama besar di USA. Di dalam negeri kita kenal Anis Matta, Ali Mochtar Ngabalin, Syamsuddin Rajab dan lainnya. Mereka dikenal sebagai pemikir dan konseptor ulung hingga dipercaya menjadi pemimpin. Pesantren Gombara, sebuah pondok pesantren yang tidak sebesar pesantren-pesantren tersohor di tanah jawa karena hanya memiliki luas kurang lebih dua hektar dan bangunan yang kurang memadai, namun bukan halangan bagi para pendiri dan para pengasuhnya untuk membesarkan kapasitas para santrinya. Semoga Pesantren Gombara tidak berhenti menciptakan ulama dan umara besar dari Sulawesi Selatan.

    No comments

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad