Header Ads


  • Breaking News

    Menghindari ‘Qurban Politik’

    Oleh: Matrab Binhar
     

    Kita patut bersyukur telah menyelesaikan ibadah di Bulan Suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya, sembari berdoa semoga kembali dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya. Berakhirnya Ramadhan yang dibarengi dengan perayaan kemenangan pada Idul Fitri tahun ini, tentunya menjadi penanda tak lama lagi kita akan bertemu dengan Hari Raya yang lebih akbar, Hari Raya Qurban. Melalui tulisan ini, mari kita menelaah orisinilitas makna qurban, agar kita tidak meletakkannya dengan pikiran dan praktik berqurban yang menyalahi tuntunan.
     

    Ajaran qurban yang disyari'atkan dalam Islam sesungguhnya telah jauh mengakar dalam sejarah umat manusia. Tercatat dalam sejarah, bahwa ibadah qurban telah dimulai sejak nenek moyang manusia pertama sebagaimana dikisahkan Al-Quran (Al-Maidah: 27).

    "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang lain (Qabil)."
     

    Dari kisah yang dapat dijumpai dalam Al-Quran tersebut, para ahli tafsir menyatakan bahwa peristiwa qurban yang dilakukan dua bersaudara dari putra Adam As adalah merupakan solusi dari polemik perang dingin yang terjadi antara keduanya dalam mempersunting wanita cantik rupawan bernama Iklimah sebagai pasangan hidup.
     

    Ucapan Nabi Adam As. yang bersumber dari wahyu yang disampaikan kepada kedua putranya, seperti dikutip tafsir Ibnu Katsir: "Wahai anakku (Qabil dan Habil) hendaknya masing-masing diantara kalian menyerahkan qurban, maka siapa diantara kalian berdua yang qurbannya diterima Allah SWT dialah yang berhak menikahinya (Iklimah)."
     

    Pada akhir kisah disebutkan, ternyata qurban yang diterima Allah SWT adalah yang didasarkan atas keihlasan dan ketaqwaan kepada-Nya, yaitu qurban Habil yang berupa seekor domba yang besar dan bagus. Sementara qurban Qabil ditolak karena dilakukan atas dasar hasud (kedengkian). Karena kebakhilannya, ia juga memilihkan domba peliharaannya yang kurus untuk untuk diqurbankan. Qabil yang kalah dalam sayembara qurban akhirnya ia memutuskan untuk membunuh saudaranva sendiri. Peristiwa ini adalah awal kali terjadinya pembunuhan dalam sejarah umat manusia.
     

    Patut kita renungkan, mengapa Al-Quran melukiskan Habil sebagai orang yang lemah? Mengapa ia tidak mau membela diri secara layak ketika hendak dibunuh saudaranya? Mengapa pula qurban Habil menyebabkan ia menjadi korban? Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa Habil tidak membela diri karena ia sengaja memilih kematian di tangan saudaranya sendiri. Ia ingin memberikan pelajaran kepada umat manusia bahwa pelaku kezaliman dan kedengkian tidak akan pernah hilang untuk selama-lamanya. Kematian Habil merupakan simbol bagi perjuangan abadi melawan kebathilan di sepanjang sejarah kemanusiaan.
     

    Jika dikaitkan dengan permasalahan besar bangsa ini, maka salah satu semangat Idul Qurban yang perlu dilestarikan adalah semangat memberi kepada sesama, khususnya kepada saudara-saudara kita sesama Muslim yang belum beruntung secara ekonomi. Tuntunan Qurban niscaya membawa kita pada kemauan dan keikhlsan untuk berbagi dengan sesama. Semangat tersebut kian relevan dengan kondisi masyarakat kita, dimana ketimpangan ekonomi yang makin tajam menyebabkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin dalam. Idul Qurban juga merupakan jalan kita, agar terhindar dari kedengkian dan kesewenang-wenangan yang ditunjukkan Qabil dalam kisah qurban.
     

    Kesewenang-wenangan dan ketidakadilan nampaknya masih berlangsung nyata di tengah kehidupan bangsa kita. Bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai persoalan “penyimpangan moral”, salah satunya adalah korupsi. Sesungguhnya, korupsi merupakan pengkhianatan terhadap kejujuran dasar yang diperlukan semua orang dalam hidup berbangsa dan bernegara. Korupsi menjadi penyakit yang paling berbahaya terhadap bangsa ini, karena korupsi menjadi penyebab keterpurukan negara dan bangsa pada jurang yang teramat dalam.
     

    Maka masyarakat Indonesia begitu penting mengambil manfaat dari makna ibadah qurban yang terdalam yaitu; memiliki kebesaran jiwa dan ketulusan hati, bagaimana kita dapat menyembelih egoisme, hasrat berkuasa, sifat rakus, serta cinta yang berlebihan terhadap harta dan kekuasaan. Di samping itu, potensi umat yang besar dalam berqurban harus diarahkan untuk melawan ego pribadi dan golongan serta nafsu duniawi yang rendah. Qurban juga menjadi alat membangun rasa solidaritas kemanusiaan, saling membantu dan menolong, agar kehidupan berbangsa diluputi rasa kepedulian dan kesejahteraan bersama.
     

    Bangsa kita yang sedang terpuruk ini sangat membutuhkan kehadiran Habil-Habil baru. Artinya, kini saatnya kita menghadirkan kemauan, keberanian dan ketulusan hati (political-will) dari semua pihak untuk “menyembelih” berbagai kepentingan, kemauan-kemauan, cita-cita, dan keinginan-keinginan atau niat (nawaytu) yang dapat menghambat jalannya pemberantasan korupsi di negeri ini. Sebab jika kepentingan-kepentingan itu tetap dibiarkan bersemayam dalam diri kita, maka tindak kejahatan korupsi berjalan terus yang pada akhirnya akan melahirkan rasa ketidak-adilan, kesenjangan sosial, bencana gizi buruk, bencana kelaparan, pencurian kekayaan laut dan sumber daya alam lainnya, bencana banjir bandang, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan yang tak kunjung usai.
     

    Selain itu penting juga kita bertanya pada diri kita sejauh mana keikhlasan kita dalam melakukan ibadah qurban? Ibadah qurban adalah ibadah yang menghidupkan akal dan jiwa. Ibadah qurban yang dijalankan dengan sekadar mengandalkan akal atau pikiran saja, tanpa menyantuni sisi hatinya, hanyalah perbuatan yang dipenuhi hawa nafsu, misalnya untuk menaikkan gengsi sosial, mencari perhatian publik. Sekedar pamer diri agar ia disebut sebagai seorang yang dermawan.
     

    Celakanya, ada yang beranggapan bahwa ibadah qurban dapat membersihkan harta yang berasal dari korupsi. Padahal, uang yang berasal dari sesuatu yang haram, seperti korupsi tidak dapat digunakan untuk kebaikan, seperti berqurban. Sarana ibadah yang dihasilkan dari uang haram tidak akan diterima, karena sesuatu yang kotor tidak dapat digunakan untuk membersihkan yang kotor. Bayangkan sebuah sapu yang kotor digunakan untuk membersihkan lantai yang kotor, tentu sebuah perkerjaan yang sia-sia bukan?
     

    Ibadah qurban tentunya menghendaki agar setiap pribadi mampu menebar kebajikan dan rahmat bagi lingkungan sekitarnya, karena pada hakikatnya ibadah qurban tidak sekadar ritual yang semu, akan tetapi merupakan ibadah yang menempa seorang muslim sehingga menjadi sosok yang beraqidah dan berakhlak mulia. Ibadah qurban yang dijalankan sebagaimana tuntunan syariat, semestinya membawa kita pada kesadaran transeden yang sejati, bukan kesadaran semu belaka.
     

    Akhirnya, kita semua berharap kepada penyelenggara negara, anggota DPR RI, DPD RI dan lembaga perwakilan di daerah, dapat bekerja dengan lebih baik untuk membangun negeri serta mampu menahan diri dari godaan kekuasaan yang rendah agar semuanya dapat terhindar dari keinginan untuk melakukan korupsi, baik secara sendiri-sendiri maupun korupsi secara berjamaah. Semoga Allah SWT meridhoi kita semua, sehingga mampu menjadikan ibadah qurban kita kali ini sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri menuju manusia paripurna, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa, manusia yang tidak hanya mampu menyeru dan menjalankan kebaikan tapi juga mampu dan berani mencegah kemungkaran. Amien.

    Marilah kita maknai Idul Adha sebagai hari raya penghambaan, karena selain terjalinnya hubungan kedekatan dengan Illahi, Idul Adha atau Idul Qurban juga menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial. Hubungan illahiah dan relasi kemanusiaan merupakan dua sisi keping mata uang yang tiada bisa dipisahkan, yang jika hilang salah satu sisinya, menyebabkan hilangnya ‘harga’ dari seorang makhluk tuhan. Yang dibutuhkan di sini adalah kebesaran jiwa dan ketulusan hati kita, sebagaimana yang telah dipraktikkan Habil. Bisakah kita? Semoga..


    Penulis adalah Sekretaris PW AMMDI Riau dan Wakil Ketua DPD KNPI Riau

    No comments

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad