Festival Pacu Jalur, Pesta Rakyat di Kuantan Singingi
Dua jalur sedang berpacu |
Keberadaan Jalur bermula sejak abad ke-17, dimana jalur/perahu merupakan alat transportasi utama warga desa di rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir. Saat itu memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya, masyarakat mengandalkan jalur sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti padi, pisang dan tebu. Perahu panjang ini dapat mengangkut sekitar 40 orang dan dibuat dari sebatang kayu panjang yang diambil khusus dari hutan.
Pada perkembangannya, jalur tidak semata menjadi alat transportasi, namun juga produk budaya dan sosial. Jalur-jalur tersebut diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayungnya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru kemudi). Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.
Seabad kemudian, masyarakat Kuantan melihat sisi lain yang membuat keberadaan jalur itu menjadi semakin menarik, dengan digelarnya acara lomba adu kecepatan antar jalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama Pacu Jalur. Festival Pacu Jalur digelar pertama kali pada tahun 1905 dan hingga kini telah menjadi kalender tetap pariwisata dan budaya Kabupaten Kuantan Singingi. Menurut masyarakat setempat, jalur yang disertakan dalam lomba adalah 'perahu besar' yang terbuat dari kayu bulat tanpa sambungan dengan kapasitas 45-60 orang pendayung (anak pacu). Panjang jalur antara 16 m s/d 25 m dan lebar bagian tengah kira-kira 1,3 m s/d 1,5 m.
Mulanya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam. Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur juga diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan peringatan hari kelahiran Ratu Belanda Wihelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus. Kegiatan Pacu Jalur pada zaman Belanda dimulai pada tanggal 31 Agustus dan berakhir pada tanggal 2 September. Lama perayaan biasanya tergantung pada jumlah jalur yang ikut berlomba. Menurut orang tua setempat, pada zaman Belanda jumlah jalur belum sebanyak sekarang, jumlahnya hanya berkisar antara 22 sampai 30 buah jalur. Kegiatan pacu jalur tersebut hanya diikuti anak sekolah yang berasal dari desa-desa sekitar Teluk Kuantan yang melakukan upacara dengan menyanyikan Wihelmus sebagai lagu Kebangsaan Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, kegiatan pacu jalur dilakukan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan (HUT RI) yang jatuh pada tanggal 17 Agustus sehingga diselenggarakan pada bulan Agustus. Pada festival rakyat tersebut, dapat digambarkan kota Teluk Kuantan yang menjadi lokasi Pacu Jalur bagaikan lautan manusia. Festival rakyat ini telah menjadi agenda tahunan yang ditunggu-tunggu masyarakat Kuantan Singingi, serta Riau pada umumnya. Bahkan, warga Kuantan di perantauan biasanya akan pulang hanya untuk menyaksikan acara ini.
Penonton memadati Tepian Narosa |
Namun eksistensi kebudayaan yang memukau ini tengah terancam oleh kerusakan hutan di Riau, mengingat pembuatan jalur membutuhkan kayu besar yang usianya mencapai ratusan tahun. Perkembangan perkebununan karet dan sawit, serta penebangan hutan yang tidak terkendali membuat masyarakat Kuantan Singingi semakin sulit mendapatkan bahan baku kayu untuk membuat jalur. Kini, masyarakat harus menjelajah masuk hutan hingga berhari-hari perjalanan guna memperoleh kayu berkualitas untuk membuat jalur, yang umumnya hanya dapat digunakan selama empat hingga enam tahun saja.
Proses pembuatan Jalur |
Kota Teluk Kuantan dapat dicapai dengan tiga jam perjalanan darat dari Kota Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau, melewati jalan lintas barat Sumatera. Saat ini telah tersedia hotel dan penginapan memadai di Teluk Kuantan, bahkan beberapa biro perjalanan wisata, mulai menawarkan paket perjalanan Pacu Jalur. Selain bisa menikmati Pacu Jalur dan beragam kesenian rakyat, bisa pula menemukan kuliner khas dan keindahan alam di beberapa objek wisata menarik di Kuantan Singingi, seperti air terjun tujuh tingkat, Air Terjun Tangkuban. (as)
No comments