Dana Aspirasi Menuai Kontroversi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan peraturan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) terkait dana aspirasi daerah pemilihan pada Rapat Paripurna DPR, Selasa, 23 Juni 2015. Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fachri Hamzah tersebut mengesahkan hasil kerja Panja UP2DP yang dipimpin Totok Daryanto dari Fraksi PAN. Dana aspirasi merupakan program baru DPR yang dilandasi UU No 42 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), dimana pasal 80 huruf (J) menyatakan bahwa hak anggota dewan mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
Dalam sambutannya ketua Panja UP2DP, Totok Daryanto memaparkan tentang proses pengusulan program pembangunan dana aspirasi sejak pengesahan UU MD3, kemudian dibentuk tim hingga akhirnya dibahas di Panja Baleg DPR. "Kami laporkan bahwa tiga fraksi menyatakan tidak setuju, yaitu PDIP, NasDem dan Fraksi Hanura. Selebihnya menyatakan setuju, dan pleno Baleg sepakat bulat untuk melanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya," ucap Totok Daryanto.
Dana aspirasi merupakan dana yang digulirkan melalui anggota DPR untuk digunakan bagi pembangunan daerah pemilihan melalui kegiatan pengumpulan aspirasi dari masyarakat. Aspirasi masyarakat tersebut diteruskan kepada pemerintah pusat yang kemudian merealisasikannya dalam program-program pembangunan. Dana Aspirasi ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pembangunan dan percepatan turunnya dan pembangunan ke daerah. "Soal tata cara dalam melaksanakan hak anggota untuk mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan, anggota menyusun secara tertulis dan ditandatangani anggota yang bersangkutan," kata Totok Daryanto.
Anggota DPR merasa dana pembangunan daerah masih kurang memuaskan dan jauh dari harapan, sehingga realisasi dana aspirasi dipandang sebagai solusi bagi percepatan pembangunan daerah. Meski demikian, Wakil Ketua DPR Fadli Zon memastikan anggota DPR tidak akan memegang dana itu sepeser pun. Menurut Fadli Zon, anggota DPR hanyalah shortcut dari mendesaknya aspirasi tertentu dari rakyat yang penyalurannya melalui Musrenbang terkadang tidak terakomodir.
Menuai Kontroversi
Kebijakan baru DPR tentang dana aspirasi telah memunculkan polemik di masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menolak. Penolakan banyak muncul dari kalangan aktivis anti-korupsi yang menghawatirkan dana aspirasi hanya sekedar motif anggota DPR untuk kepentingan politik jangka panjang, seperti mempertahankan simpati masyarakat agar terpilih kembali (investasi politik). Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Ade Irawan menyebut dana aspirasi rawan menjadi lahan korupsi anggota DPR, misalnya kongkalingkong dengan kepala daerah.
"Dana aspirasi sangat rawan korupsi, karena bisa digunakan atau dikapitalisasi untuk kepentingan politik. Dana tersebut bisa diklaim sebagai bantuan dewan atau dibarter dengan suara pemilih karena penentuan alokasinya di suatu daerah bisa saja tanpa pertimbangan rasional, tapi perhitungan politis. Dana asprirasi juga bisa diselewengkan dengan cara suap tender, dimainkan dengan membuat lembaga penerima fiktif, atau minta cashback kepada daerah/lembaga penerima sebagai kompensasi bantuan," terang Ade Irawan.
Selain potensi korupsi, program dana aspirasi juga dihawatirkan akan mengganggu fungsi DPR, yaitu legislasi, penganggaran, dan evaluasi, karena akan bercampur dengan fungsi eksekusi yang seharusnya diperankan pemerintah. Menurut peneliti FORMAPPI, Beny Wijayanto, program dana aspirasi membuat fungsi DPR bertambah sebagai pengguna anggaran. Hal ini akan tumpang-tindih dengan eksekutif, karena penggunaan anggaran lebih tepat digunakan oleh eksekutif ataupun pemerintah dalam rangka membangun kepentingan bangsa dan negara.
“Sebaiknya DPR tetap fokus dengan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat, toh kegiatan menyerap aspirasi rakyat melalui kegiatan reses dibiayai negara, aspirasi yang didapat dari kegiatan tersebut bisa diperjuangkan menjadi program pembangunan yang lebih terprogram. Dana publik sebesar 11,2 trilyun setiap tahun yang dianggarkan dalam program dana aspirasi adalah jumlah yang luar biasa besar, dan menjadi sporadis jika dana sebesar itu digunakan untuk kegiatan ‘pemadam kebakaran’, seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan pembangunan yang lebih terprogram,” tandas Beny.
Rencana program dana aspirasi DPR mendapat dukungan dari Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Amin. Menurutnya, dana tersebut baik digunakan bagi pembangunan di daerah. Ia menuturkan, subtansi dari dana aspirasi sendiri adalah untuk mendorong pembangunan di daerah agar lebih berkembang dan maju. Meski begitu, pengawasan terhadap pengelolaan dana tersebut harus dilakukan secara ketat agar tidak menimbulkan potensi korupsi. Keberadaan BPK dan KPK sangat penting bagi pengawasan dan penindakan jika dana aspirasi diselewengkan.
Amin juga mengkritik dengan sikap presiden Joko Widodo yang menolak dana aspirasi tersebut. Presiden Joko Widodo menyatakan tidak setuju dengan program dana aspirasi melalui Menteri Sekretaris Negara, Pratikno yang mengatakan Presiden menilai kurang tepat DPR meloloskan program tersebut di tengah kondisi ekonomi yang sedang melemah. Namun amin menyesalkan penolakan dilakukan setelah DPR mengesahkan dana aspirasi. “Seharusnya, penolakan dilakukan sebelum palu diketok," kata dia.
Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) menyambut baik dana aspirasi anggota DPR yang akan digelontorkan langsung untuk pembangunan daerah pemilihan masing-masing anggota dewan. Syahrul Yasin Limpo, Ketua Umum APPSI, mengatakan gubernur siap bekerja sama dalam penyaluran dana aspirasi anggota DPR senilai Rp20 miliar per anggota dewan, selama diatur dengan mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban yang jelas.
“Dana aspirasi membutuhkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas, serta dilakukan secara transparan. Tidak bisa uang puluhan miliar digulirkan begitu saja kepada masyarakat,” katanya.
No comments