Header Ads


  • Breaking News

    Pekerja Impor Membanjir, Pekerja Pribumi Terjepit

    Mess pekerja asal Tiongkok di Manokwari
    Laporan mengejutkan disampaikan Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Kimia Industri dan Pertambangan (FSPKIP) Cilacap, Agus Hidayat, dalam acara buka puasa bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri, di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Cilacap, Senin (30/6). Sebagaimana dikutip dari Republika, dalam pertemuan yang dihadiri pengurus Serikat Buruh se Kabupaten  Cilacap tersebut,  Agus mengungkap sejumlah pelanggaran menyangkut keberadaan tenaga kerja asing di sejumlah proyek besar di Cilacap.

    ''Di proyek PLTU yang dibangun investor asing di Cilacap, jumlah tenaga kerja asing yang dipekerjakan sangat banyak. Mereka tidak hanya bekerja di tingkat pekerjaan yang sebenarnya diizinkan UU, namun juga bekerja di tingkat pekerjaan yang tidak diizinkan, seperti mandor dan pekera biasa,'' jelas Agus.

    Agus juga menyebutkan, perbedaan gaji yang diterima pekerja asing untuk jabatan yang sama dengan pekerja lokal. ''Perbedaannya bisa mencapai 10 kali lipat. Ini menimbulkan pertanyaan di kalangan pekerja lokal, kenapa pekerja asing dengan jabatan yang sama bisa mendapat gaji yang berbeda jauh dengan pekerja lokal,'' katanya. Manaker Hanif Dhakiri yang mendengar penuturan tersebut, langsung memerintahkan staf yang menyertainya untuk mengecek. ''Kalau laporan itu benar, maka ini sudah menyalahi aturan. Kita akan cek masalah itu,'' jelas menteri Hanif.

    Data Kementerian Tenaga Kerja pada Juli 2015 menunjukkan ada 68 ribu tenaga kerja asing di Indonesia yang didominasi pekerja asal China. Kementerian Ketenagakerjaan telah memberi izin pada 41.365 tenaga kerja Cina untuk masuk ke Indonesia. Selain TKA asal China, terdapat pula ribuan pekerja asal Jepang, India, Korea, Amerika, dan Malaysia. Jumlah tersebut barangkali sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan angkatan kerja di Indonesia yang berjumlah 128 juta orang. Namun demikian, peningkatan jumlah TKA dalam setahun terakhir, telah menimbulkan kehawatiran tersendiri. Apalagi kini pemerintah telah menghapus syarat kemampuan berbahasa Indonesia bagi pekerja asing.

    Jumlah TKA China di Indonesia dipastikan akan terus melonjak, karena pengerjaan berbagai proyek infrastruktur, energi dan manufaktur yang dibiayai dana investasi China sedang digenjot di Indonesia. Tercatat proyek Pembangunan PLTU Pelabuhan Ratu, Sukabumi, PLTU Labuhan Angin, Tapanuli Tengah, PLTU Buton Adipala di Cilacap, hingga PLTU Jenu di Tuban, Jawa Timur, PLTU Celukan Bawang di Buleleng, Bali, dan PLTU di Manokwari, Papua. Selain itu sedang dibangun pula beberapa pabrik semen di berbagai daerah, serta mega proyek pembangunan dermaga di Jawa Timur. Apalagi, Permenaker Nomor 16 tahun 2015 juga telah mengurangi rasio, jika satu TKA sama dengan 10 TKI.

    Kebijakan mencabut syarat penggunaan Bahasa Indonesia bagi TKA, serta penurunan rasio TKA dan TKI ternyata juga dibuat sejalan dengan berbagai perubahan kebijakan lain. Salah satunya adalah dengan kebijakan mempermudah visa pekerja asing yang masuk kategori tenaga ahli dan dengan waktu kerja singkat. Kebijakan demi kebijakan yang disusun sitematis dengan visi menggenjot investasi inilah yang dikhawatirkan para aktivis perburuhan. Sebab, secara perlahan proteksi terhadap tenaga kerja dalam negeri akan terkikis.

    Mantan Sekjen Gaspermindo, Sucipto Raharjo mengatakan perubahan kebijakan demi kebijakan itu, jika diterapkan dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin akan membuat pekerja Indonesia menjadi tamu di negeri sendiri. Tokoh gerakan buruh ini tidak bisa membayangkan jika nanti pada akhirnya seluruh tingkat lapangan kerja di Indonesia disesaki tenaga kerja asing, sehingga membuat pekerja pribumi terjepit. “Dalih pemerintah bahwa Bahasa Indonesia seolah ditempatkan sebagai penghambat investasi sangat tidak berdasar, karena masalah investasi di Indonesia disebabkan lemahnya penegakan hukum, mafia investasi, bea cukai, dan pajak hingga ke mafia perizinan dan pungutan liar," ujar Cipto.

    Sucipto juga mengingatkan, kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang saat ini ditengah ancaman PHK massal akibat kenaikan BBM, nilai tukar dolar, dan melemahnya perekonomian dunia, jika dibenturkan dengan persaingan kerja dengan pekerja asing, bisa meledak menjadi konflik sosial. “Ini persoalan serius, karena hanya akibat isu kenaikan upah dan berhadapan dengan ancaman dirumahkan atau rasionalisasi saja, buruh Indonesia sudah merasa cemas. Apalagi jika ditambah dengan ancaman tenaga kerja asing yang secara keahlian berada pada level sama dengan buruh Indonesia, hal ini bisa menimbulkan konflik terbuka,” tandas tokoh senior perburuhan ini. (rus)

    No comments

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad