Gedung Parlemen Segera Dimodernisasi
Rancangan gedung baru DPR/MPR |
Biro pemeliharaan bangunan dan instalasi DPR yang menggodok penataan ulang kawasan DPR menjelaskan, tujuh proyek yang akan dibangun DPR ialah ruang kerja anggota, alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.
Perencanaan pembangunan gedung tersebut bekerjasama dan mendapat masukan dari konsultan perencana dan tim dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Salah satunya adalah rencana dan perhitungan mengenai standar pembiayaan pembangunan gedung tersebut. Untuk luasan kebutuhan ruangan 160 ribu meterpersegi (m2) dengan tapak bangunan kurang lebih seluas 11 hektar, ketinggian bangunan 36 lantai, dan segala fasilitasnya, dengan perhitungan biaya Rp2,7 trilyun.
Besaran anggaran itu dialokasikan untuk konstruksi dan struktur gedung yang terdiri dari biaya konstruksi fisik, konsultan perencana, biaya konsultan manajemen konstruksi atau MK, dan biaya pengelolaan kegiatan. Selain pembiayaan fisik, diperlukan juga anggaran untuk interior, sekuriti sistem, mebel, dan IT. Namun, seluruh komponen biaya tersebut, akan melewati beberapa prosedur dan proses lagi, sehingga tidak serta merta pembangunan tersebut menelan biaya Rp 2,7 trilyun. Sebab masih ada kemungkinan angka itu berubah lagi, apalagi ada permintaan dari DPR agar rencana tersebut dikaji dan dihitung ulang.
Seperti kita ketahui, gedung yang saat ini ditempati wakil rakyat merupakan warisan dari pemerintahan Presiden Soekarno, yang dibangun pada masa orde lama hingga awal orde baru. Kompleks Parlemen didirikan pada 8 Maret 1965, ketika Presiden Soekarno mencetuskan untuk menyelenggarakan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang merupakan wadah dari semua New Emerging Forces. Anggota-anggotanya direncanakan terdiri dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara Sosialis. CONEFO dimaksudkan sebagai tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Melalui Keppres No. 48/1965, Soekarno menugaskan kepada Soeprajogi sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT). Menteri PUT kemudian menerbitkan Peraturan Menteri PUT No. 6/PRT/1965 tentang Komando Pembangunan Proyek Conefo. Bertepatan dengan Perayaan Dasa Warsa Konferensi Asia-Afrika pada 19 April 1965, dipancangkan lah tiang pertama pembangunan proyek political venues di Senayan Jakarta. Rancangan Soejoedi Wirjoatmodjo ditetapkan dan disahkan presiden pada 22 Februari 1965. Pembangunan kompleks DPR kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Orde Baru dengan beberapa penyesuaian, seperti pembatalan ruang bawah tanah dan danau buatan. Selain itu luas lahannya menjadi 60 ha, dengan luas bangunan sekitar 80.000 m2.
Saat ini komplek Parlemen terdiri dari Gedung Nusantara yang berbentuk kubah, Nusantara I atau Lokawirasabha setinggi 100 meter dengan 24 lantai yang mengalami kemiringan 7 derajat, Nusantara II, Nusantara III, Nusantara IV, dan Nusantara V. Di tengah halaman terdapat air mancur dan "elemen elektrik". Selain itu juga terdapat Gedung Sekretariat Jenderal dan sebuah Masjid. Pasca reformasi, atas amandemen Undang-undang Dasar 1945, di komplek DPR/MPR telah berdiri bangunan baru untuk kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto berpendapat optimalisasi pembangunan gedung tersebut diharapkan menjadi salah satu pemicu bagi anggota DPR untuk bekerja lebih baik. Dengan demikian, para wakil rakyat dapat bekerja lebih giat untuk memperbaiki citra negatifnya di masyarakat. “Pembangunan gedung DPR ini untuk memperbaiki citra dan kinerja, karena kebutuhan infrastruktur yang mendorong perbaikan citra DPR lebih baik juga diperlukan," ujarnya.
Namun Hasto mengingatkan, pembangunan gedung baru DPR harus pas momentumnya. Momentum tersebut maksudnya, harus melihat kondisi perekonomian saat ini. Sebab, anggaran pembangunan proyek itu terbilang besar. PDI Perjuangan, kata dia, akan segera membahas hal ini dengan pimpinan Dewan guna menemukan solusi pembiayaan terbaik.
Rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut juga mendapat tanggapan beragam dari masyarakat, baik yang mendukung maupun menolak. Penolakan masyarakat cenderung dikaitkan dengan situasi ekonomi kekinian yang memburuk, sehingga dipandang rencana pembangunan gedung baru DPR merupakan program yang dibutuhkan namun dapat ditunda.
Ketua DPR RI, Setya Novanto dalam pidato refleksi dan laporan kinerja pada agenda rapat paripurna khusus HUT ke-70 DPR RI pada Jumat (28/8/2015) menyebutkan bahwa DPR periode ini bertekad ingin menjadi parlemen yang modern, responsif, dan aspiratif. Mengingat, terjadi perubahan fungsi DPR di era demokrasi. Agenda menuju parlemen modern menurut Setya Novanto, memerlukan revitalisasi gedung kompleks parlemen sehingga membuka ruang bagi masyarakat untuk bersentuhan langsung dengan para anggota legislatif.
Menurut ketua DPR, pembangunan gedung baru tersebut sangat penting bagi peningkatan kinerja anggota DPR, serta menjamin keamanan seluruh anggota DPR dan staf yang berkantor di sana karena makin tua gedung DPR makin rentan dengan kemungkinan rusak akibat bencana alam dan penambahan bobot. Selain itu, gedung baru modern akan meningkatkan citra lembaga representatif dan secara simbolik menyangkut rakyat Indonesia secara keseluruhan. (Hasyim, dari berbagai sumber)
No comments